Biomedical Treatment: Makanan Sebagai Obat

By nova.id, Senin, 16 Mei 2011 | 17:03 WIB
Biomedical Treatment Makanan Sebagai Obat (nova.id)

Menurut lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Jurusan Mikrobiologi Bagian Virologi ini, ada 5 jenis makanan yang dianggap sebagai pengganggu kesehatan jika dikonsumsi berlebih, yakni susu sapi, tepung terigu, kacang kedelai, kacang tanah, dan jagung. Oleh karena itulah, jenis-jenis makanan tersebut harus dikurangi sedikit demi sedikit dari konsumsi pasien dengan diet bertahap. "Misalnya, dalam sebulan pertama anak diharapkan bersih dari susu sapi. Selanjutnya bersih dari tepung terigu, dan lainnya. Lama diet yang dibutuhkan sekitar 2-3 bulan untuk tahap pertama. Namun total lamanya adalah 2 tahunan."

Setelah menjalani diet, langkah selanjutnya adalah rotasi makanan, yaitu memberi kesempatan kepada anak untuk mengenal jenis-jenis makanan lain. Tujuannya mengurangi terbentuknya alergi karena pemberian satu jenis makanan yang terus-menerus. Langkah ketiga adalah variasi makanan. Pada tahap ini akan dilakukan perhitungan kebutuhan kalori dan jenis komponen makanan yang dapat dikonsumsi. Untuk menunjang hal ini, pasien disarankan berkonsultasi pada ahli nutrisi yang akan membantu mengontrol kebutuhan nutrisi anak selama diet berlangsung sehingga tidak sampai terjadi malnutrisi.

PEMBERIAN SUPLEMENTASI

Selama menjalani diet, anak akan memperoleh suplemen dasar dan suplemen tambahan. Pemberian suplemen ini dibutuhkan untuk menunjang tujuan BT yaitu memperbaiki dan menghembalikan komponen-komponen nutrisi di dalam tubuh yang hilang. Itulah mengapa pemberian suplemen dalam BT diistilahkan dengan building block.

Suplemen dasar yang diberikan terdiri atas 5 komponen , yaitu seng, magnesium, vitamin B 6, vitamin C dan E, serta enzim. Mineral seng diberikan untuk meningkatkan inti dari semua enzim yang ada dalam tubuh sehingga enzim pencernaan pun dapat bekerja dengan baik. Seng juga merupakan komponen boosting immune/ atau komponen yang dapat mempertinggi daya tahan tubuh.

Untuk suplemen tambahan, pemberiannya dilakukan sesuai kasus. Pada anak dengan spektrum autis, karena harus menjalani diet susu sapi maka diberikan suplementasi kalsium sebagai pengganti. Sedangkan anak dengan kesulitan belajar biasanya diberikan suplemen vitamin B 6 atau B 12 untuk meningkatkan nafsu makan ditambah EFA, DHA, Omega 3, dan fatty acid untuk meningkatkan daya tangkap dan konsentrasi, serta memicu kemampuan verbal anak. Untuk anak sulit makan akan diberikan vitamin B kompleks.

Rina menekankan, pemberian suplementasi dasar tak boleh dihentikan selama diet berlangsung. Pasalnya, anak sedang mengalami gangguan metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat sehingga perlu bantuan enzim untuk memecah zat-zat tersebut.

Saat diet berlangsung, daya tahan tubuh anak juga menurun. Untuk mengatasinya akan dilakukan pemberian magnesium yang menunjang ketersediaan energi dalam metabolisme tubuh. Manfaat lainnya adalah sebagai efek penenang bagi anak yang mengalami gangguan hiperaktivitas.

Efek pemberian komponen suplementasi memang tidak langsung tampak. Pada kasus anak sulit makan, misalnya, meningkatnya nafsu makan mungkin baru terlihat setelah 1-2 minggu.

Yang juga perlu diperhatikan, pemberian suplementasi ini harus melalui pengawasan ahli gizi. "Setidaknya pasien perlu berkonsultasi sebulan dua kali untuk melihat nutrisinya. Buatlah food diary untuk mencatat makanan apa yang bila dikonsumsi anak dapat memicu perilaku 'aneh', mengganggu konsentrasi dan tidur, serta lainnya. Semua ini harus dilaporkan kepada ahli gizi."

Rina menambahkan, sikap bijak atau mengikuti kaidah yang ditentukan sangatlah diperlukan selama penggunaan suplemen dalam BT, karena tetap saja suplemen tersebut merupakan bahan kimia. "Misalnya, pemberian kalsium dengan dosis tertentu harus pula dibarengi dengan konsumsi minum yang banyak. Kalau tidak, maka absorpsi air dalam tubuh akan terganggu dan terbentuklah batu."

Untuk melihat ada tidaknya efek samping, maka setiap 4 bulan sekali dapat dilakukan pemeriksaan fungsi hati dan ginjal. Tapi tak perlu khawatir, efek samping hanya terjadi jika kita lalai menuruti kaidah yang sudah ditetapkan. Dengan pengawasan ahli, kekhawatiran tersebut bisa ditepiskan. Lagi pula, setelah dilakukan pemberian suplementasi dasar selama 3 bulan biasanya akan dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk skrining. Gunanya untuk mendeteksi penyebab suatu kelainan.

Rina mencontohkan, ada berbagai penyebab gangguan autisme yaitu faktor lingkungan seperti polusi udara, infeksi oleh virus, bakteri, dan jamur, atau karena alergi bawaan yang menyebabkan pasien bereaksi negatif terhadap makanan tertentu.

Dalam kasus autisme ada 4 sampel yang akan diperiksa; feses, rambut, darah, dan urin. Pemeriksaan feses dibutuhkan untuk melihat bagaimana peningkatan jamur atau bakteri. Laboratorium di dalam negeri biasanya sudah sanggup melakukannya dengan hasil yang dapat diperoleh dalam 2 minggu. Untuk status komponen nutrisi, skrining dilakukan dengan melihat kondisi darah dan rambut. Sedangkan status metabolik akan terlihat dari kondisi urin organik.

Jika hasil skrining menyatakan bahwa tubuh anak positif menyimpan heavymetal toxicity (berbagai logam berbahaya yang bisa berasal dari timbal, merkuri atau lainnya) maka akan dilakukan penanganan untuk membuangnya. Caranya, dengan meningkatkan kemampuan tubuh anak dalam hal ini mitokondria atau sel molekulnya untuk membentuk antioksidan sendiri. Antioksidan diperlukan untuk membuang radikal bebas dari logam berbahaya.

KEMAJUAN SIGNIFIKAN

Sekitar 60 persen kasus-kasus hiperaktivitas yang ditangani dengan BT terbukti mengalami kemajuan secara signifikan, terutama dalam hal pemahaman. "Pemberian vitamin B 6 sangat membantu meningkatkan kemampuan pemahaman anak. Anak jadi lebih mengerti dan paham apa yang dimaksud oleh orang tuanya, misalnya untuk tidak buang air sembarangan. Hiperaktivitas anak pun menurun," jelas Rina.

Kasus mengepak-ngepakkan tangan dan jalan jinjit yang dialami anak dengan gangguan autisme pun dapat diperbaiki. Menurut Rina adanya infeksi bakteri, jamur atau kelebihan amoniak mengakibatkan anak dengan gangguan autisme berperilaku seperti itu. Nah, dengan pemberian antibiotik dan suplemen tertentu maka bakteri dan kadar amoniak dapat diturunkan sehingga sensori penderita jadi lebih baik.

Penggunaan obat-obatan kimia dalam BT memang dihindari namun bukan berarti tidak digunakan. Jika dari hasil pemeriksaan laboratorium, katakanlah pada feses anak terdapat jamur, maka pasien akan diberikan obat antijamur. Bila di situ juga terdapat bakteri tertentu yang seharusnya tidak ada, maka akan diberikan antibiotik. "Hanya saja obat-obatan dalam biomedical treatment berkisar seperti itu. Tak ada obat-obatan penenang misalnya, seperti yang biasa digunakan untuk penderita autis atau hiperaktif," tandas dokter, yang juga berpraktek di Klinik Intervensi Biologimedis, Bogor.

Dedeh Kurniasih