Menurut psikolog Elly Risman, Psi, dari Yayasan Kita dan Buah Hati (YBHK), Jakarta sudah terpapar pornografi dalam jumlah yang tidak terbayangkan. Temuan dari konselor remaja yang dilakukan YBHK, terutama terhadap siswa kelas 4 hingga 6 SD, sepanjang tahun 2008 sampai awal 2010 di Jabodetabek, menunjukkan bahwa 67 persen dari mereka telah melihat/mengakses pornografi, 37 persen di antaranya mengakses dari rumah sendiri.
"Dan, ternyata para orang tua tidak mengetahui atau menyadari apa yang telah disaksikan oleh anak-anak mereka dari berbagai fasilitas yang mereka berikan untuk anak-anak mereka, seperti TV, games, HP, internet, dan bacaan seperti komik," kata Elly.
Memancing Kerusakan Otak
Ahli bedah otak dari AS, Dr. Donald Hilton Jr., mengatakan bahwa pornografi sesungguhnya merupakan penyakit, karena mengubah struktur dan fungsi otak, atau dengan kata lain merusak otak. Terjadi perubahan fisiologis ketika seseorang memasukkan gambar-gambar pornografi lewat mata ke otaknya. Kerusakan yang ditimbulkan oleh kebiasaan menyaksikan, memainkan atau membaca materi pornografi ternyata sangat dahsyat. Bila penggunaan narkoba berketerusan mampu merusak 3 bagian otak, maka penggunaan materi pornografi yang berketerusan (kecanduan) akan merusak 5 bagian otak.
Bagian yang paling rusak adalah pre frontal corteks (PFC) yang membuat anak tidak bisa membuat perencanaan, mengendalikan hawa nafsu dan emosi, serta mengambil keputusan dan berbagai peran eksekutif otak sebagai pengendali impuls-impuls. Bagian inilah yang membedakan antara manusia dan binatang. Mark Kastleman, penulis buku "The Drugs of the New Millenium" memberi nama pornografi sebagai visual crack coccaine atau narkoba lewat mata. Ia menyebut adiksi pornografi pada anak-anak tidak terlepas dari bisnis pornografi yang memang menyasar anak-anak sebagai target market.
Perangkap Seumur Hidup
Bagaimana pornografi bisa merusak otak? Konten pornografi yang diakses oleh anak-anak akan terekam dalam otak anak. Menurut Mark, bila seorang anak laki-laki "ejakulasi" pertama kali karena pornografi yang dinikmatinya, maka mekanisme otaknya akan meminta informasi yang sama lagi dan lagi. Sementara Elly menganalogikan ini seperti jika kita makan es krim. "Setelah merasakan enak, kita akan minta nambah satu scoop lagi, dan seterusnya." Dan, bila anak-anak ini ejakulasi 33-36 kali, maka mereka pun terperangkap dalam candu pornografi seumur hidup.
Berkaitan dengan Hormon
Otak mengeluarkan hormon dophamin yang mengeluarkan rasa nikmat pada saat ejakulasi. Bersamaan dengan itu, ada hormon lain yang keluar, yatu hormon oksitosin. Hormon ini merupakan hormon pengikat (bonding hormone).
Pada wanita, hormon ini dilepaskan oleh otak terutama setelah pelebaran cervix dan vagina yang berfungsi untuk memfasilitasi proses melahirkan serta setelah adanya stimulasi pada puting dalam proses menyusui. Hormon ini diproduksi di bagian yang paling primitif dan dalam pada pada otak manusia yaitu hipotalamus.
Oksitosin juga dikeluarkan ke dalam aliran darah saat orgasme, baik pada pria ataupun wanita. Pada pria, hormon ini memfasilitasi transportasi sperma pada ejakulasi. Contohnya, perasaan hangat penuh kasih sayang yang dirasakan terhadap pasangan setelah berhubungan seksual. Perasaan ini adalah hasil dari efek altruistic (rasa sayang atau peduli terhadap orang lain) yang dihasilkan oleh oksitosin selama proses seksual, terutama saat orgasme.
Begitupun dengan pornografi. "Hormon dophamin keluar, hormon oksitosin juga keluar, sehingga anak atau orang akan terikat oleh gambar-gambar pornografi itu," lanjut Elly. Apalagi, gambar bisa dibuat lebih sempurna dari keadaan sebenarnya.
Hasto Prianggoro / bersambung