Pemberi Stimulasi

By nova.id, Senin, 4 Oktober 2010 | 17:58 WIB
Pemberi Stimulasi (nova.id)

Kini ia sudah tak sepenuhnya tergantung pada Anda. Tapi, kehadiran ibu tetap dibutuhkan untuk merawat kesehatan fisiknya. Agar ia bisa mengembangkan segala potensi dalam dirinya.

Dari seorang makluk yang tak berdaya, kini si kecil telah berkembang menjadi seorang anak yang mulai banyak bergerak, banyak bicara dan bertanya ini-itu, mulai menunjukkan otonominya, serta mulai tumbuh kepribadiannya. Nah, menghadapi perkembangan anak yang demikian, tentunya tugas ibu menjadi semakin berkembang sesuai kebutuhan anak usia ini.

Yang jelas, di usia ini peran ibu sebagai perawat masih terus berlangsung. Kendati si kecil sudah tak lagi sepenuhnya bergantung pada ibu, toh, ia tetap membutuhkan ibu untuk merawat kesehatan fisiknya. "Nah, tugas ibu adalah memberikan nutrisi yang baik," ujar Dra. Shinto B. Adelar, MSc.-. Untuk itu, ibu perlu tahu kebutuhan gizi si kecil di usia ini. Tak ada salahnya bila ibu berkonsultasi kepada dokter anak.

MELATIH FISIK ANAK

Tentunya ibu juga perlu melihat kegiatan fisik anak supaya seimbang. Lewat kegiatan bermain, lihatlah, apakah kegiatan fisik anak sudah cukup atau belum. "Sebaiknya permainan untuk anak usia ini tak hanya yang bersifat stationery karena anak masih harus mengembangkan, paling tidak, keseimbangan tubuhnya," kata Shinto. Jadi, kegiatan atau permainan di luar ruangan juga perlu untuk merangsang otot dan melatih keseimbangan anak.

Perlu diketahui, bila keseimbangannya tak baik akan berpengaruh di masa prasekolah dan sekolah kelak. Misalnya, anak jalannya jadi seperti kapal oleng sehingga ia menjadi bahan ejekan teman-temannya. Padahal sebetulnya anak normal tapi karena kebiasaan yang tak benar akhirnya jadi begitu. Jadi, Bu, Anda juga punya tugas untuk melatih fisik anak karena otot besar anak usia ini masih harus dilatih. Berenang dan naik sepeda sangat dianjurkan untuk kegiatan fisik anak usia ini. Bermain bola, menangkap, atau melempar juga bagus untuk koordinasi. Biasanya, anak usia ini juga senang meniti semisal jalan di pinggir trotoar. Nah, ajaklah si kecil melakukannya.

PEMBERI SIMULASI

Sebenarnya, menurut Shinto, di usia ini ibu lebih banyak sebagai pemberi stimulasi untuk perkembangan kepribadian anak secara keseluruhan, terutama dalam pengembangan kecerdasan, emosi, dan sosial. Jadi, bila anak bertanya dan ibu memberi respons, misalnya, "sebetulnya bukan cuma menyangkut soal inteligensi tapi juga bisa nilai-nilai moral tentang baik dan buruk atau malah berhubungan dengan usaha untuk mengembangkan emosi dan kontrol diri anak; tergantung dari jenis pertanyaan yang diajukan anak," terangnya.

Dalam hal pengembangan kecerdasan, lanjut Shinto, ibu tak hanya memberikan stimulasi tapi juga menyediakan fasilitas agar perkembangan kecerdasan anak berjalan dengan baik. "Jika anak bertanya, ibu harus memberikan jawaban yang benar, sederhana, dan bisa diterima anak." Jadi, jawaban sebaiknya jangan dipermainkan. Misalnya, anak bertanya, "Kenapa, sih, Ade enggak boleh main di rumah itu, Ma?" dan ibu menjawab, "Oh, Ade enggak boleh main di sana karena rumah itu rumah setan." Jawaban seperti ini akan ditanggapi anak bukan sebagai gurauan karena ia, kan, belum mengerti. "Ia justru tengah belajar untuk mengerti mana yang gurauan dan bukan. Jadi, sulit baginya untuk membedakan."

Lagi pula, bila pertanyaan anak tak ditanggapi secara serius, nanti pengetahuan yang diterimanya akan salah juga. Kemampuan berpikir anak usia ini juga sedang tumbuh sehingga ia membutuhkan stimulasi; sama seperti pensil yang harus diraut agar tak tumpul. "Apalagi bila anak baru bisa berbicara. Bisa saja sebetulnya ia tak membutuhkan jawaban. Ia bertanya cuma sebagai latihan bertanya."

Nah, ibu harus peka, mana yang cuma sekadar bertanya dan mana yang betul-betul membutuhkan jawaban serius alias anak memang ingin tahu. Tentunya bila anak memang tahu, ibu harus memberikan jawaban yang benar. Selain agar pengetahuan yang diterimanya juga benar, jawaban tersebut juga akan tertanam di benak anak. Jangan remehkan daya ingat anak, lo.

MENGAJAK ANAK BICARA

Yang juga tak boleh diabaikan ialah aspek bahasa karena bahasa penting sebagai sarana untuk mengungkapkan isi pikiran anak. "Bila kosa kata anak tak banyak, tentu ia tak bisa mengungkapkan isi pikirannya, bukan?" ujar Shinto. Nah, tugas ibu untuk melatih anak mengembangkan bahasanya. "Jadi, ibu harus banyak mengajak anak berbicara, menjelaskan, memberi tahu nama-nama seperti nama benda dan binatang, serta lainnya."

Ibu pun harus memperkenalkan segala macam emosi kepada anak bahwa tertawa bisa karena senang, lucu, atau geli lantaran digelitik; menangis bisa karena sedih, matanya kelilipan, atau saking senangnya sehingga keluar air mata. Kemudian, ketika ada orang tertawa, misalnya, ibu bisa bilang, "De, bapak itu tertawa; barangkali ia senang, ya." Dengan demikian anak bisa melihat antara tampilan perilaku dengan perasaan yang mungkin dialami oleh seseorang.

Hal ini berarti, ibu juga punya tugas melatih anak untuk belajar mengendalikan emosinya agar ia bisa melampiaskan emosinya dengan cara-cara yang tepat. "Enggak benar, kan, bila anak melampiaskan rasa senang secara berlebihan, misalnya, sampai melompat-lompat di atas sofa. Atau, kala sedih dan marah lantas melempar-lempar barang." Nah, ibu harus melatih anak untuk mengemukakan emosinya dengan benar. Untuk itu, ibu sebaiknya mengajak anak berbicara sehingga anak tahu, apa yang sebetulnya ia rasakan.

"Namun ini hanya bisa dilakukan bila ibu punya kemampuan menghayati perasaan anak. Ibu mencoba menempatkan dirinya di posisi anak, lalu berdasarkan itu, ibu menjelaskannya." Dengan demikian, anak bisa mengenali perasannya dan mengungkapkannya secara tepat. Komunikasi antara ibu dan anak pun jadi tak terhambat. Kalau tidak, "selain anak tak bisa mengungkapkan perasaannya, ia juga tak bisa mengemukakan emosinya dengan cara yang tepat."

MANDIRI DAN SOSIAL

Tugas ibu yang lainnya ialah mengajari anak melakukan sesuatu sendiri karena di usia ini anak sudah mulai menunjukkan otonominya. Jadi, bila sebelumnya anak selalu dipakaikan baju, misalnya, nah, sekarang ibu harus menuntun anak untuk memakai sendiri bajunya. Si kecil pasti senang, lo, Bu, apalagi jika ia berhasil melakukannya. Selain itu, ibu juga bertugas mensosialisasikan anak. Jangan lupa, anak usia ini masih sangat egosentris. Jadi, ia harus belajar untuk hidup bermasyarakat agar bisa mengendalikan keinginannya dan berbagi dengan teman-temannya, baik dalam hal benda maupun pengertian. Apalagi di usia ini lingkungan kehidupan anak juga mulai meluas, bahkan banyak yang sudah masuk kelompok bermain. Bila ia tak pernah belajar bagaimana berbagi mainan, misalnya, atau belajar mengikuti kegiatan kelompok, maka di usia selanjutnya ia bisa mengalami kesulitan penyesuaian sosial. Nah, Bu, itulah sejumlah tugas yang harus kita laksanakan untuk mengembangkan si kecil di usia ini. Dalam pelaksanaannya tentulah dibutuhkan kreativitas dari kita untuk mengembangkannya. Bukan begitu?  

SAYANG, YUK, KITA MAIN PETAK UMPET!

Seringkali setelah anak semakin besar, ia menjadi malas untuk melakukan kegiatan fisik. Anak lebih suka berjam-jam di depan TV daripada bermain sepeda atau bola kaki dengan teman-teman sebayanya. Padahal, aktivitas fisik dapat membuatnya menjadi bugar. Nah, mumpung di usia ini kita punya tugas untuk melatih fisiknya, mengapa tak sekalian saja dijadikan kebiasaan?

Yang pertama-tama harus kita lakukan ialah hidupkan pesawat TV hanya pada jam-jam tertentu. Misalnya, saat acara berita dan film-film seri kesayangan anak. Dengan demikian, hanya pada jam-jam tersebutlah yang merupakan acara nonton TV bersama. Bila Anda ingin menonton TV diluar jam-jam tersebut, pastikan si kecil sudah tidur. Kalau tidak, jangan marah bila ia akhirnya merengek-rengek minta nonton TV di luar waktu yang sudah ditetapkan.

Isilah jam-jam kosong diluar waktu nonton TV dengan aktivitas yang lebih mengembangkan pikiran, seperti membaca dan bermain khayal. Juga tentunya dengan kegiatan yang mengembangkan otot. Sebaiknya setiap hari anak mendapatkan kesempatan untuk melakukan berbagai aktivitas fisik; entah memanjat, berlari, dan melompat dengan aman, mengendarai sepeda, berjalan kaki, dan sebagainya.

Ajak ia bermain di halaman rumah atau di taman, di lapangan rumput atau di manapun di dekat rumah. Untuk itu, Anda perlu menyediakan sejumlah alat permainan seperti bola dalam berbagai ukuran, mainan yang dapat dikendarai semisal sepeda roda tiga dan mobil-mobilan, mainan yang dapat didorong, dan sebagainya. Anda pun bisa mengajaknya melakukan permainan yang tak membutuhkan alat semisal petak-umpet, kejar-kejaran, dan sebagainya.

Alangkah baiknya bila setiap pagi sebelum matahari menampakkan seluruh dirinya menjadi acara berjalan-jalan mengelilingi kompleks rumah dengan si kecil mengendarai sepeda roda tiganya atau mendorong kereta dorongnya (bila ia belum dapat mengendarai sepeda roda tiga dan kereta dorong ini bermanfaat bila ia sudah merasa lelah). Atau, bisa juga Anda hanya melakukan senam pagi bersama si kecil di halaman/teras rumah.

Bila Anda ke luar rumah untuk sesuatu keperluan seperti ke toko, pasar, ke rumah teman, dan sebagainya yang letaknya tak terlalu jauh dari rumah, tak ada salahnya Anda lakukan dengan berjalan kaki. Bujuklah anak untuk mau berjalan di sebagian perjalanan, baru setelah itu ia didukung di kereta dorongnya.

Boleh juga Anda memasukkan si kecil pada sebuah klub olah raga seperti klub renang, klub senam, atau klub balet. Sebaiknya pilih salah satu klub saja dan seminggu hanya sekali mengingat usianya masih terlalu kecil untuk jadwal yang padat. Toh, di luar klub, ia juga masih punya kesempatan untuk melakukan aktivitas fisik lainnya bersama Anda.

Hasto Prianggoro