Risiko Di Balik Perut Tambun

By nova.id, Rabu, 2 Juni 2010 | 18:09 WIB
Risiko Di Balik Perut Tambun (nova.id)

Risiko Di Balik Perut Tambun (nova.id)

"Foto: Agus Dwianto "

Ketika memiliki perut yang terlalu buncit, orang akan mengaitkan dengan konsumsi makanan yang terlalu banyak. Demikian pula sebaliknya. Tak salah bila mengaitkan perut dengan pola makan, perut (dari bagian di bawah dada dan di atas panggul) memang memiliki fungsi utama sebagai tempat pencernaan dan penyerapan makanan.

Di dalam perut terdapat organ pencernaan seperti, lambung, usus dua belas jari, usus halus, usus buntu, hingga usus besar yang merupakan bagian utama sistem pencernaan manusia. Berikut juga organ hati, ginjal, pankreas dan limpa, pendukung proses pencernaan.

Ketika mengonsumsi makanan, organ pencernaan dan organ pendukung mengurai makanan hingga menjadi zat-zat yang dibutuhkan sel serta tubuh. Namun jumlah asupan dari zat tersebut bisa terjadi selisih, baik disebabkan oleh jumlah makanan yang terlalu banyak maupun proses mencerna yang kurang optimal.

Setelah mengonsumsi bahan makanan dengan kandungan gula atau karbohidrat, dihasilkan gula di dalam darah. Serta merta organ pankreas mengeluarkan enzim insulin untuk membongkar gula menjadi enerji yang dibutuhkan sel. Bila pembongkaran gula darah kurang optimal, misalkan karena berkurangnya efektivitas enzim insulin oleh lemak dalam darah atau jumlah asupan zat gula terlalu banyak, maka sisa gula tersebut akan disimpan sebagai lemak dalam tubuh (visceral fat).

Ia terdistribusi dalam rongga perut, di antara organ dalam dan rongga dada. Efek langsung dari lemak dalam tubuh yang berlebih, menyebabkan orang menderita obesitas sentral. Pada wanita, hormon seks wanita (estrogen) membantu distribusi lemak ke pantat, paha, dan pinggul, sehingga mengurangi risiko obesitas sentral di usia produktif. Sedang pada pria, lemak lebih banyak terdistribusi di perut karena hormon seks yang berbeda.

Saat wanita memasuki masa menopause, lemak dari pantat, paha dan pinggul akan berpindah ke pinggang dengan kata lain lebih mudah terjadi obesitas sentral.

Sayangnya, bukan hanya penampilan yang menjadi buruk ketika seseorang menderita obesitas sentral.

"Obesitas sentral juga menjadi penyebab sindroma metabolik dan gangguan kardiovaskular," ungkap dr. Ralph Girson, SpPD dari RS Royal Progress, Jakarta.

Laili Damayanti