Lelah sebetulnya merupakan suatu reaksi fisiologis tubuh. "Penyebabnya, tidak selalu karena tubuh melakukan aktivitas yang berat," ujar dr. Djauhari Widjajakusuma dari Bagian Fisiologi FKUI Jakarta. Coba Anda ingat, apa saja yang dilakukan dua hari belakangan. "Ingat pula, tadi malam cukup tidur atau tidak. Makannya beres atau tidak. Jangan-jangan makannya sedikit makan atau malah lupa makan," tambah Djauhari.
Dijelaskan Djauhari, beban pikiran yang terlalu berat juga dapat menghabiskan energi. Dan ujung-ujungnya, kelelahan. "Kerja keras sambil flu atau batuk juga cenderung menyebabkan kita cepat lelah."
KEHABISAN ENERGIKalau hal-hal di atas beres, tapi masih saja mudah capek dan lemas, kemungkinan lain perlu dipikirkan. Misalnya, ada masa¬lah dalam penyediaan sumber energi di dalam tubuh. Penyakit gula atau diabetes, misalnya, juga membuat lemas. Penderitanya, walau makan banyak tetap saja merasa lemas. Soalnya glukosa tidak bisa masuk ke dalam sel. Djauhari lantas menjelaskan bahwa energi untuk segala ak¬tivitas tubuh diambil dari bahan gizi yang kita makan, seperti karbohidrat, lemak, dan protein. Karbohidrat, misalnya, disimpan dalam bentuk glikogen di dalam sel hati dan sel otot. Sedangkan lemak disimpan dalam bentuk asam lemak.
Glikogen merupakan sumber energi yang mula-mula digunakan saat bekerja. Dengan adanya suplai oksigen yang cukup, metabolis¬me glikogen baru dapat berlangsung. Sesuai dengan lama dan bobot pekerjaan yang dilakukan tubuh, glikogen menipis dan menghasilkan asam laktat sebagai sisa metabolisme. "Dengan bantuan oksigen pula, asam laktat dibawa darah ke hati untuk dijadikan piruvat."
Bila akselerasi aktivitas tubuh berlangsung tinggi dan lebih berat, glikogen akan habis lebih cepat. Di sisi lain, akselerasi yang tinggi tadi membuat suplai oksigen tidak mencuku¬pi. Padahal oksigen ini diperlukan untuk metabolisme sumber energi tahap berikutnya: asam lemak. Kita pun kehabisan energi.
Kekurangan oksigen ini juga menghambat pengubahan asam laktat menjadi piruvat. "Soalnya, untuk membentuk asam piruvat, mutlak memerlukan oksigen. Akibatnya, terjadi penumpukan asam laktat di otot yang sedang bekerja. Inilah yang menyebabkan rasa lelah di otot."
Djauhari mencontohkan proses ini pada pelari. Akselerasi atau percepatan tinggi pada pelari sprinter biasanya menyebabkan si pelari cuma kuat bertahan beberapa detik. Sebaliknya, pelari maraton bisa tahan lari berjam-jam, karena oksigen yang digunakan untuk mengubah glikogen jadi energi tidak langsung dihabiskan seketika.
Tumpak/Dok. NOVA