Gangguan Jiwa Tidak Selalu Berarti Gila (1)

By nova.id, Minggu, 27 September 2009 | 19:38 WIB
Gangguan Jiwa Tidak Selalu Berarti Gila 1 (nova.id)

Gangguan ini sering dikonotasikan orang sebagai penyakit yang memalukan. Bahkan, bisa-bisa dianggap sakit gila. Padahal, gangguan jiwa sangat luas pengertiannya. Cemas, khawatir, atau susah tidur pun masuk dalam kategori terganggunya jiwa seseorang.Banyak orang tidak mengerti apa sebenarnya yang termasuk dalam penyakit kejiwaan. Kebanyakan berpendapat bahwa orang yang terkena gangguan jiwa adalah orang gila. Inilah yang akhirnya membuat kebanyakan orang menolak memahami gejala-gejala mental yang mungkin mereka alami. Yang sering terjadi, penderita gangguan jiwa tetap menolak kenyataan penyakit psikis yang dideritanya, dan tetap pada keyakinan bahwa ia mengidap masalah fisik.

Kenapa? Ini terjadi karena banyak masyarakat yang belum mengerti masalah kesehatan jiwa. Apa sebenarnya yang disebut dengan gangguan jiwa? Menurut psikiater dr. Richard Budiman, Sp.KJ, gangguan jiwa atau disebut gangguan psikiatrik berkaitan dengan gangguan mental atau kejiwaan. "Jadi apa pun yang berkaitan dengan mental atau psikis seseorang, jika merasa terganggu berarti orang itu sedang terganggu jiwanya," ujarnya.

Penyakit ini harus dilihat secara luas, seperti apa interaksinya. Apakah ada pengaruh dari luar atau justru dari dirinya sendiri.Gangguan jiwa sering sulit dilihat karena sifatnya yang abstrak, meski gejalanya terlihat jelas. Seorang penderita gangguan jiwa terkadang tidak mengerti apakah dirinya bermasalah dengan kesehatan jiwanya. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa gangguan jiwa luas pengertiannya, dari yang paling sederhana sampai yang terberat, yaitu gila.

"Selama ini, orang mengenal penyakit gangguan jiwa hanya yang paling ekstrim saja yaitu gila. Akibatnya, orang tidak mau disebut punya gangguan kejiawaan karena malu atau dianggap aib," kata Richard. Padahal, untuk mengetahui seseorang mengalami gangguan jiwa dapat dilihat dari tiga hal, yaitu bagaimana perilakunya, bagaimana cara berpikirnya, dan bagaimana perasaannya waktu melihat suatu keadaan.

Menurut Richard, jika ketiga hal ini sedang terganggu, dapat segera terlihat. Misalnya, seseorang tiba-tiba merasa sedih, sering merenung, menangis, tidak mau beraktivitas. Ini menunjukkan adanya gangguan yang dapat mengarah ke keadaan depresi. Bahkan sebaliknya, bisa saja seseorang tiba-tiba merasa gembira berlebihan, padahal suasananya sedang tidak mendukung.

Terkadang bisa juga terjadi hal yang tidak berhubungan dengan apa yang dia lakukan. Misalnya, seseorang menyanyi, tapi dengan wajah tanpa ekspresi. "Ini menunjukkan ada sesuatu yang terjadi pada jiwanya yang mungkin saja terganggu." Untuk itu, saran Richard, sebaiknya pergi ke psikiater untuk dicari permasalahan apa yang sedang mengganggu jiwanya.

Setiap gangguan kejiwaan harus dikaitkan dengan tiga hal di atas yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dimana seseorang itu tinggal. Jadi, masalah gangguan jiwa ini tidak bisa dilihat langsung secara berlebihan. "Misalnya, kita lihat ada orang yang mulutnya sedang komat-kamit sendirian, lalu kita bilang dia gila. Padahal, seharusnya tidak boleh begitu. Siapa tahu dia sedang berzikir," lanjut psikiater yang praktik di RSCM Jakarta ini.

Jadi, lingkungan dan budaya sekitar harus dilihat dengan cermat. Menurut Richard, sebaiknya psikiater dan masyarakat melihat setiap orang secara eklektik holistik atau keseluruhan. Penyakit ini harus dilihat secara luas, seperti apa interaksinya. Apakah ada pengaruh dari luar atau justru dari dirinya sendiri. Seperti kata dr. Amir Hussein Anwar, Sp.KJ, "Kesehatan jiwa adalah produk interaksi manusia dengan lingkungannya. Kesehatan jiwa itu tetap ada jika hidup manusia tidak terkucilkan."

Gangguan jiwa ini merupakan kondisi kejiwaan yang sangat luas, dari yang sangat berat sampai yang sangat umum dalam kehidupan sehari-hari Seperti sudah disinggung, masalah gangguan kejiwaan sangat luas. "Jadi, jangan sampai masyarakat awam memiliki konotasi bahwa gangguan jiwa itu berarti gila," ujar Richard. Agipula, sebenarnya, hanya tiga persen yang menderita penyakit jiwa golongan berat.

Pada dasarnya, , seperti mudah cemas, cepat khawatir, susah tidur, sering berdebar-debar, pun menunjukkan adanya gangguan kejiwaan. Oleh karena itu, masyarakat harus memahami bahwa berobat ke psikiater adalah sesuatu yang umum.

Dalam konteks hubungan suami-istri, ketidakharmonisan hubungan, termasuk gangguan seksual, juga bisa dipengaruhi oleh gangguan kejiwaan. Biasanya, kalau cara pengobatan menggunakan obat-obatan tidak berhasil, berarti ada masalah dalam gangguan jiwa, yaitu sedang terjadi konflik dalam dirinya yang harus diatasi.