Suamiku Kok Matre, Sih? (1)

By nova.id, Rabu, 6 Januari 2010 | 19:25 WIB
Suamiku Kok Matre Sih 1 (nova.id)

Suamiku Kok Matre Sih 1 (nova.id)

"Foto: Adrianus Adrianto/NOVA "

Tengoklah kehidupan Tia yang baru menjalani rumah tangga kurang dari lima tahun. Awalnya, ia tak keberatan mendapat "tugas" membayar cicilan rumah hingga tagihan listrik setiap bulannya. Alasannya, penghasilan Dhika, suaminya, tak seberapa. Hanya mengandalkan pekerjaan lepas. Harapannya, kelak karier Dhika mendapat titik cerah.

Tapi, yang terjadi malah sebaliknya. Lama-lama, Tia mulai merasa terbebani, Dhika pun tak kunjung menunjukkan kerja kerasnya. Malah, ia mulai menuntut hal yang tidak-tidak. Misalnya, minta dibelikan smartphone terbaru. Ketika Tia menolak dan memberi pengertian, Dhika marah dan menuduh Tia macam-macam. Alhasil, pertengkaran kerap terjadi dan kadang sampai menyentuh ranah sensitif seperti penghasilan.

Pengaruh Masa Kecil

Orang bijak bilang, perbuatan dan tutur kata orangtua cenderung ditiru anaknya. Bukan hanya dalam tingkah laku, tapi juga dalam hal prinsip menjalani hidup. Menurut psikolog Anna Surti Ariani, Psi., fenomena suami yang merongrong istri demi kepuasan kebutuhan pribadi (baik material atau imaterial), bisa disebabkan oleh apa yang terjadi di masa kecilnya.

"Pertama, mungkin suami tidak mempunyai latar belakang keluarga yang mendidik anaknya bahwa laki-laki adalah tulang punggung keluarga," ujar Nina, panggilan akrab Anna. Sering mendengar, kan, ketika masih belia, bahwa ayahlah yang harus bekerja mencari nafkah. Lama-kelamaan, hal ini akan tumbuh menjadi pemahaman bahwa laki-laki adalah tulang punggung keluarga. Pemahaman yang berbeda akan timbul, jika sedari kecil, anak melihat kedua orangtua bekerja atau malah sang ibu memiliki penghasilan lebih besar ketimbang ayahnya.

"Kedua, ini terjadi karena suami merasa minder dan tertekan," lanjut alumni Universitas Indonesia ini. Mungkin suami merasa gagal karena berbagai usaha yang ia lakukan tidak bisa mengejar keberhasilan pasangannya. Efeknya macam-macam, dari mulai menekan istri agar memenuhi kebutuhan pribadi hingga permintaan hubungan seks yang di luar kewajaran. "Atau membuat batasan yang berlebihan untuk istri. Harus pulang cepat dan lain-lain."

Yang terjadi adalah keduanya saling menekan, karena masing-masing tidak menyadari kalau penyebabnya adalah mindernya si suami. Sebaiknya, saran Nina, kedua pasangan tidak membiarkan kondisi ini menumpuk tanpa terselesaikan. "Karenanya, introspeksi diri harus selalu diperhatikan."

Astrid Isnawati