Terjebak Fantasy Suami

By nova.id, Jumat, 29 Mei 2009 | 23:45 WIB
Terjebak Fantasy Suami (nova.id)

Ibu Rieny yang baik, Saya (55 tahun) adalah ibu dari 6 anak dan 9 cucu. Walaupun telah 34 tahun menikah, tapi akhir-akhir ini ada yang agak menjadi pikiran saya. Begini Bu, akhir - akhir ini, tepatnya 3 tahun terakhir ini, suami saya kalau mau berhubungan intim kerap berfantasi dulu, yaitu dengan cara dia membayangkan perempuan lain yang bohai (bahenol dan muda). Juga saya disuruhnya membayangkan orang lain yang semuanya juga sehat. Bu, mulanya saya tidak mau tapi itu yang selalu membuat pertengkaran-pertengkaran kecil. Pada akhirnya, saya layani juga, demi keutuhan rumah tangga. Apakah apa yang saya lakukan ini benar? Mohon saran dari Ibu. Terimakasih. Bu Bingung - Somehere

Bu Bingung yth, Senangnya jadi Bu Bingung, masih muda tapi cucunya sudah banyak. Ada hal-hal yang sangat baik pada surat Ibu yang super singkat ini, yang saya anggap akan bermanfaat bila diketahui oleh mayoritas pembaca NOVA, yang usianya pastinya lebih muda. Seks, ternyata tetap bisa dinikmati sebagai bagian dari kehidupan, sembari pada waktu yang sama juga bisa menjadi sumber msalah untuk para kakek dan nenek. Tentu saja, masalah bukan berarti "the end of the world", tetapi justru tantangan untuk dicari solusinya, ya Bu ? Berikutnya, keterusterangan suami Bu Bingung untuk menyampaikan keinginannya dalam berhubungan intim dengan istrinya, menurut saya adalah sebuah pertanda bahwa perkawinan Anda adalah "sehat", karena tidak sedikit suami-istri yang tak pernah membicarakan secara terbuka bagaimana perasaan, harapan dan keinginan yang terkait dengan hubungan seks mereka. Akibatnya, yang terjadi hanyalah pemuasan kebutuhan biologis saja, sudah waktunya harus "dikeluarkan", dan bagi sang istri lalu menjadi kewajiban saja untuk melayani suaminya. Alangkah menderitanya hidup kalau perkawinan harus dijalani seperti ini, berpuluh tahun pula! Yang lebih hebat lagi, bapak berani lo menyarankan Ibu untuk berfantasi dan bercerita pula tentang fantasinya. Ini kan berarti bapak tidak punya kekhawatiran bahwa Bu Bingung akan tersinggung dan merasa sudah tidak oke lagi, kok sampai suami perlu-perlunya membayangkan perempuan bohai saat berintim-intim dengan Ibu. Berfantasi, memang merupakan sebuah upaya yang sering dianjurkan para ahli untuk membangkitkan lagi gairah seksual, utamanya kala kita sudah berada bersama-sama untuk waktu yang lama. Ini bisa menghindarkan perasaan jemu dan keinginan untuk mencari sensasi-sensasi baru pada perempuan yang baru pula. Selama hubungan dilakukan dengan istri sendiri dan Anda juga tidak merasa sedang direndahkan oleh suami, hemat saya, ini adalah sebuah ikhtiar, Bu. Sementara, bila Anda sendiri merasa tak perlu melakukan hal yang sama, berfantasi, tentu saja tidak perlu Anda menyuruh diri untuk bersusah payah melakukannya. Bila Anda tetap bisa menikmati hubungan intim dengan suami, ya dinikmati saja.

Katakan saja padanya bahwa tanpa fantasi pun, Anda sudah merasa oke. Bahkan, kesempatan ini bisa dipakai sebagai sebuah peluang untuk memuji suami, misalnya dengan mengatakan :"Wah, opung sudah tua tapi tetap gagah kok di mataku. Memang kau perkasa!" Siapa pun manusia, pasti senang dipuji, apalagi kalau tulus. Tahukah Bu Bingung, "situasi" yang paling dikahawatirkan para suami, sebenarnya bukanlah masuknya perampok ke dalam rumah. Mereka khawatir sekali kalau tampilan seks mereka mengecewakan. Celakanya, semakin khawatir, biasanya semakin sukar bagi seorang laki-laki merealisasikan potensi seksual yang ia miliki. Bila dalam keseharian hidup sang istri terasa memiliki banyak kelebihan dibandingkan dirinya, lebih sukses di pekerjaan, atau lebih pandai cari uang, atau memang dari sono-nya dominan, posisi suami makin rawan lagi dan amat berpeluang membuatnya mudah takluk (bahkan, sebelum berlaga sekalipun). Orang-orang seperti inilah yang biasanya kemudian memiliki WIL, atau istri lagi, yang secara obyektif jauh di bawah istrinya. Pendidikannya minim misalnya, wajahnya amat sederhana, atau memang kepribadiannya sangat penurut, beda dengan sang nyonya yang galak dan berkibar-kibar. Mengapa mencari yang di bawah standar sang nyonya? Tak lain agar perasaan-perasaan tak berdaya, bahasa kerennya inferiority feeling, dapat dikompensasikannya saat berhubungan dengan perempuan sejenis ini. Kita akan merasa hebat bila berhadapan dengan sosok yang sudah kita "cap" sebagai tidak hebat, bukan? Maka, tidak salah kalau ada pernyataan yang mengatakan, suami-istri yang punya komunikasi baik, belum tentu punya kehidupan seks yang baik. Tetapi mereka yang komunikasinya buruk, pasti tak akan memiliki kehidupan seks yang baik. Bagaimana bisa baik, kalau untuk omong-omong pun sudah susah. Bisa kita bayangkan betapa rawannya kehidupan seks suami-istri kalau tak ada keterbukaan dan utamanya kesediaan untuk saling jujur mengemukakan perasaan masing-masing, kan? Maka, saya tak pernah bosan mengatakan bahwa hubungan seks juga butuh "ilmu". Bukan dalam artian obat kuat atau ramuan dan bahan makanan tertentu, ya. Tetapi justru bagaimana suami dan istri bisa mengekspresikan diri agar bisa memperoleh manfaat optimal dari hubungan seks mereka. Pada hakekatnya, hubungan seksual adalah komunikasi yang paling intens dan mustinya yang paling jujur dan total diantara suami dan istri. Tanpa pemahaman yang benar, seks hampir selalu diasosiasikan dengan sesuatu yang kotor, tak pantas dibicarakan, apalagi dijadikan permasalahan. Tingkat pendidikan seseorang ternyata hampir tak ada hubungannya dengan pemahaman yang benar tentang liku-liku hubungan seks antara suami-istri, utamanya kalau seseorang dibesarkan dalam keluarga yang juga tak pernah bicara secara terbuka tentang seks pada anak-anaknya karena menganggap ini adalah hal yang, "Nanti juga tahu sendiri-lah". Kembali kemasalah Anda, berdiskusilah kembali dengan suami, apa yang membuat Anda nyaman dalam berhubunngan seks dengannya dan jangan ragu untuk mengatakan bila Anda memang tak butuh fantasi, tetapi tak keberatan kalau dia melakukannya. Tak perlu harus sama untuk meniadakan pertengkaran kan? Justru kemampuan kita menghargai perbedaan diri dengan pasangan, yang akan membuat kehidupan perkawinan dinamis. Semakin mampu kita bicara jujur pada pasangan kita, semakin besar pula peluang kita untuk merasa nyaman dalam berhubungan seks dan peluang untuk mengalami kepuasan seks atau orgasme pun akan makin besar. Mudah-mudahan, mulai saat ini, Anda bisa lebih menikmati hubungan dengan suami, karena Anda sudah mampu meyakinkan diri bahwa ini Anda lakukan bukan hanya demi keutuhan rumah tangga semata, tetapi karena Anda yakin bahwa hubungan seks yang sehat adalah salah satu unsur pegikat perkawinan yang bermakna. Salam hangat.