Jangan pernah memarahi anak ketika ia melakukan ini, karena akan menimbulkan perasaan malu dan bersalah. Sebaliknya, berilah penjelasan yang bisa dipahaminya. Mitha mencontohkan, jika anak bertanya apa nama organ kelaminnya, berikanlah namanya secara tepat, "Alat kelamin pria adalah penis dan alat kelamin perempuan adalah vagina," ujarnya.
Jangan lupa, tanamkan pula pengetahuan penting mengenai privasi alat kelamin kepada anak. Bahwa penis dan vagina harus dijaga oleh diri sendiri, harus dirawat kebersihannya, dan tak boleh dipegang oleh sembarang orang, termasuk orangtuanya. "Juga selalu ingatkan anak agar menutup auratnya sedini mungkin," tambah Mitha.
Atau, ketika anak perempuan mulai bertanya kenapa alat kelaminnya berbeda dengan ayahnya, atau sebaliknya, "Harus diberitahu, anak perempuan fitrahnya memiliki vagina, dan anak laki-laki punya alat kelamin yang disebut penis. Sehingga, jika ia perempuan, tentu tak punya alat kelamin seperti ayahnya," urai Mitha.
Hal sesederhana ini akan tertanam dalam benak anak, dan seiring berjalannya waktu anak akan belajar mengenal bagaimana bersikap terhadap lawan jenisnya. Kasus lainnya, jika Anda mengajak anak mandi bersama lalu ia penasaran kenapa pada alat kelaminnya tak berambut seperti orangtuanya. Saran Mitha, "Sampaikan saja, nanti di usia 13 tahun ke atas, saat hormon-hormonnya sudah berfungsi, rambut-rambut itu akan muncul. Di saat usianya masih di bawah 5 tahun memang belum punya rambut."
Namun, jangan panik dulu bila tiba-tiba anak sudah mulai bertanya mengenai asal muasalnya. Wajar saja, kok, bila Si kecil sudah mulai bertanya seperti ini. Menurut Mitha, langkah yang harus diambil adalah dengan memberitahunya secara sederhana.
Misalnya dengan penjelasan, "Asalnya dari dalam perut ibu." Atau, dibantu dengan film. ,,Apalagi saat ini makin banyak film tentang asal muasal manusia yang dibuat khusus untuk anak yang mudah dicerna," papar alumni Hertford Regional College ini.
Menanggapi metode mengajarkan pendidikan seks kepada anak melalui boneka ibu lengkap dengan janin yang kian marak, dengan bijak Mitha menjawab, "Pendidikan seks tak harus berkaitan dengan hubungan seksual dan urusan reproduksi saja, tapi lebih kepada pemahaman akan alat reproduksi dan bagaimana anak tahu menggunakan dan menjaganya secara benar."
Jadi, daripada Si Upik & Si Buyung mencari sendiri dan mendapat jawaban yang salah mengenai seks dan seluk beluknya, tak ada salahnya, Anda dan pasangan mengajarkan pendidikan seks kepada anak secara dini. Ingat, seks bukan hal yang tabu untuk dibicarakan secara terbuka!Rambu-rambu Mengasuh Anak Banyak cara dapat ditempuh agar anak bisa mandiri dan hormat kepada orangtua seiring pertambahan usianya. Namun, berhati-hatilah melangkah, bisa-bisa hasilnya malah berbanding terbalik.· Melarang Anak Menangis Jangan pernah melarang anak menangis, sekalipun ia anak laki-laki. Menangis adalah bentuk ekspresi emosi. Jika Anda dan Si Dia melarang anak menangis, bisa-bisa ia berkembang menjadi pribadi yang tertutup dan bisa meledak kapan saja. Yang perlu diingat, orangtua harus mengendalikan Si Kecil ketika menangis, yaitu dengan memberikan pengertian agar kekecewaannya bisa terobati.· Menuruti Segala Keinginan Jangan terlalu memanjakan anak. Orangtua wajib menegakkan disiplin secara konsisten dan konsekuen. Tak kalah penting, orangtua harus memenuhi kebutuhan anak sehingga ia tak merasa kekurangan. Jadi, tetapkan bersama-sama, kapan anak bisa memperoleh apa yang diinginkan dan kapan harus menundanya. Orangtua juga wajib konsisten dalam memberikan atau menunda pemberian kepada anak.· Menunjukkan Video Melahirkan Hati-hati saat mempertontonkan video (dokumentasi pribadi) melahirkan kepada anak, semata-mata agar anak tambah sayang kepada ibunya. Menurut Mitha, "Jika itu diperlihatkan kepada anak usia SD atau lebih kecil, saya khawatir, alih-alih bertujuan menambah rasa sayang, malah bisa membuat pengalaman traumatis bagi anak."Astrid Isnawati