Ketika Dunia Si Kecil Menjadi Sunyi

By nova.id, Kamis, 18 Maret 2010 | 17:09 WIB
Ketika Dunia Si Kecil Menjadi Sunyi (nova.id)

Selama perkembangan ini, anak tidak cuma mampu mendengar tetapi juga merekam jenis-jenis bunyi ke dalam otaknya. Tak heran menginjak usia 8 bulan, ia sudah bisa mengenal suara ibu, ayah, atau pengasuhnya. Rekaman ini suatu saat akan di "recall" pada waktu si kecil belajar bicara.

Di sisi lain, orangtua biasanya baru menyadari adanya gangguan pendengaran pada anaknya justru setelah si anak terlambat bicara. "Bahkan ada orangtua yang berpikir, normal-normal saja anak belum bisa bicara padahal umurnya sudah 2 tahun. Padahal, anggapan itu amat keliru," kata dr. Faisa yang juga berkantor di RSPAD Gatot Subroto.

Jadi, bagaimana cara kita mendeteksi dengan mudah? Secara sederhana, kita bisa mengetes pendengaran anak melalui permainan bunyi seperti tepuk tangan, batuk, menabuh kaleng, dan lainnya. Bayi normal akan memberi respon terhadap bunyi. Bisa dengan mengedipkan mata, mimik wajahnya berubah, berhenti mengisap ASI/botol, kaget dengan reaksi kaki dan tangannya terangkat.

Pada bayi yang lebih besar, respon berbentuk menolehkan kepala pada sumber bunyi. Minimal, ia mencari sumber bunyi tersebut dengan gerakan mata.

Nah, kalau si kecil tak bereaksi, jangan tunda lagi, segera bawa ke ahli. Biasanya anak akan menjalani tes audiometri,Visual Orientation Reflex (VOR) atau play audiometry tergantung pada usianya. Dengan alat ini bisa diketahui kualitas dan kuantitas pendengarannya. Cara lain adalah BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry). Cara kerjanya dengan menggunakan komputer dan dibantu sejumlah elektroda yang ditempelkan di permukaan kulit kepala.

JENIS GANGGUAN

Dari pemeriksaan itulah, akan diketahui jenis gangguan. Seperti kita ketahui, proses mendengar dimulai dengan adanya suara yang dihantarkan melalui liang telinga. Suara itu akan menggetarkan gendang telinga (membrana timpani), juga tulang-tulang pendengaran yang berada di rongga telinga tengah. Tulang-tulang ini akan melanjutkan getaran ke rumah siput, kemudian diteruskan melalui saraf pendengaran ke otak. Proses ini sangat singkat sehingga kita bisa mendengar suara orang bersamaan dengan orang itu berbicara.

Jika fungsi pendengaran si kecil terganggu, maka bunyi yang dihantarkan melalui udara ke rumah siput tidak dapat diteruskan ke pusat pendengaran di otak. Akibatnya, dia tidak bisa mendengar.

Gangguan yang terjadi pada pendengaran bisa dibedakan dari jenis dan derajat kerusakannya. Berdasarkan jenisnya, gangguan dibedakan atas tuli hantar yaitu kerusakan gendang telinga dan telinga tengah akibat infeksi jatuh, tertusuk cotton buds waktu membersihkan telinga, atau karena kelainan anatomi telinga. Kemudian tuli saraf, yaitu kerusakan rumah siput akibat penyakit yang diderita ibu sewaktu hamil, gangguan selama persalinan, atau setelah lahir. Kerusakan pada rumah siput sejak lahir derajat gangguan pendengarannya berat.

Yang berikut, tuli campur. Umumnya karena infeksi telinga tengah (congek) yang menimbulkan kerusakan berupa gabungan tuli hantar dan tuli saraf.

Sedangkan berdasar derajat kerusakan dibedakan atas kehilangan ringan, sedang, berat, dan berat sekali. Ini bisa dilihat dari ukuran satuan kekerasan suara (desibel/db). Yang normal bisa mendengar suara kurang dari 30 db. Kehilangan ringan 30-40 db, sedang 40-70 db, berat 70-80 db, dan kehilangan berat sekali di atas 80 db.

ALAT BANTU DENGAR