Berkunjung ke Kalimantan Barat tak lengkap rasanya jika tak menengok suku asli pedalaman di bumi Borneo, suku Dayak. Di hari ketiga ekspedisi bersama Women Across Borneo, Rabu (10/4), tabloidnova.comberkesempatan untuk berkunjung ke sebuah desa tempat suku Dayak Kanayan tinggal. Sekitar satu jam perjalanan dari Kabupaten Landak, menyusuri bukit dan hutan, akhirnya terlihat gapura penyambut bertuliskan 'Betang Long House' alias Rumah Panjang Betang.Sesampainya disana memang terlihat sebuah bangunan panggung dari kayu yang benar-benar panjang. Jika diamati, tinggi rumah panggung itu mencapai tiga meter, sementara untuk menuju ke 'teras' rumah unik suku Dayak itu harus menaiki beberapa anak tangga. Tabloidnova.com disambut langsung oleh salah seorang penghuni bernama Albertus (43). Rumah Betang yang saya kunjungi ini berlokasi di Dusun Saham, Desa Saham, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.Menurut penuturan Albertus, rumah yang dihuninya itu sudah berusia 250 tahun. Rumah itu menjadi peninggalan para tetuanya sebelum mereka meninggal. Awalnya, pada jaman kolonial, adat Rumah Betang ingin ditiadakan karena dianggap sebagai bangunan yang tak memenuhi persyaratan kesehatan. "Dulu dibilang bahaya, mudah tersebar penyakit, dan mudah terbakar. Bagi kami tidak juga, yang bisa bentengi semua itu ya adat. Usia rumah 250 tahun, dan itu tidak terbukti," ungkap pria yang ahli memahat kayu itu.Sampai saat ini, rumah sepanjang 180 Meter itu dihuni oleh 43 kepala keluarga. Namun, jika jumlah kepala keluarga itu digabung dengan rumah tunggal yang tersebar di sekeliling wilayah Rumah Betang, jumlahnya menjadi 102 kepala keluarga. Rumah Betang sendiri dihuni oleh berbagai macam usia, mulai anak-anak sampai yang tertua. "Ada yang tertua nenek Maris, usianya 103 tahun disini. Pendengarannya sudah kurang, tapi pengelihatannya masih mampu. Dia bisa masukin benang ke lubang jarum sendiri dan masih bisa berjalan ke ladang," puji Albertus.Sekilas soal Rumah Betang, rumah itu terdiri dari banyak bilik yang hanya dibatasi oleh kayu. Panjang setiap bilik sekitar 15-30 Meter ke belakang untuk masing-masing bilik. "Itu tergantung dari peninggalan-peninggalan tetua masing-masing keluarga," jelas Albertus. Rumah Betang di Desa Saham ini awalnya hanya terdiri dari tiga bilik, namun seiring semakin bertambahnya kepala keluarga, bilik pun semakin bertambah. Tepat di depan masing-masing bilik terdapat dipan untuk sekedar bercengkrama bersama. Sementara itu di dinding mereka terdapat daun kering yang diikat. "Itu daun buah mentawa untuk usir roh halus yang mengusik kesuburan padi sebelum musim panen bulan April," tutur Albertus ramah.Rumah Betang yang saya injak ini sudah berusia ratusan tahun. Bahkan konon kabarnya rumah ini sudah ada sebelum Gunung Krakatau 'mengamuk' di tahun 1883 silam. Saya pun semakin takjub, apalagi rumah ini hanya terbuat dari kayu yang bagian atasnya hanya menggunakan dedaunan kering yang dirangkai menjadi atap. Rupanya, rahasia keawetan rumah ini adalah dari kayu yang dipakai, yakni kayu ulin alias kayu besi langka yang hanya ada di beberapa hutan di Kalimantan. "Ini pakai kayu ulin kayu nomor satu di Kalimantan," kata Albertus. Kayu ulin sendiri diketahui tahan akan rayap serta perubahan cuaca. Tak aneh makanya jika rumah itu belum direnovasi hingga sekarang.Menurut Albertus, Rumah Betang sebagai simbol kerukunan umat dan masyarakat Dayak yang ada di Kalimantan. Sebab, dalam satu atap terdapat berbagai agama namun tetap saling menghormati. Diketahui, tak sedikit suku Dayak Kanayan yang beragama Islam maupun non muslim.Okki