Bicara Seksualitas, Tabu atau Perlu?

By nova.id, Rabu, 25 Maret 2009 | 04:11 WIB
Bicara Seksualitas Tabu atau Perlu (nova.id)

Banyak orang yang memilih menghindar atau pura-pura tidak tahu jika sudah membicarakan tentang yang satu ini. Seks, seksual, dan seksualitas.

Meski kebutuhan akan seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, tetap saja masih banyak orang yang enggan membicarakannya. Ujung-ujungnya, banyak mitos yang salah kaprah sudah terlanjur dipercaya oleh masyarakat.

Kamis (10/7) Mitra Inti Foundation menggelar talkshow Seksualitas: Tabu atau Perlu? di Menteng, Jakarta. Hadir sebagai pembicara Laily Hanifah, M.Kes, direktur Mitra Inti Foundation dan dr. Suryono Slamet Iman Santoso, Sp. OG, Presiden Perkumpulan Obstetrik Ginekologi Indonesia (POGI).

Menurut Laily, seksualitas lebih luas daripada hanya hubungan seks. "Seksualitas termasuk perasaan dan tindakan yang berhubungan dengan mencintai sesama," jelas laily. Sementara itu, arti kata seks sebenarnya merupakan jenis kelamin, ciri atau tanda biologis yang membedakan antara perempuan dan laki-laki.

Lebih jauh, Leily juga menjelaskan setiap individu memiliki hak-hak seksual, seperti akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi, pendidikan seks, memilih pasangan, kesepakatan menikah, memutuskan iya atau tidak, dan kapan menginginkan anak serta mengejar kepuasan kehidupan seksual yang aman dan menyenangkan. "Artinya, ketika berhubungan seks, kita tidak khawatir tertular penyakit kelamin dari pasangan kita dan juga harus menyenangkan bagi kedua belah pihak. Tanpa paksaan," ujar Laily. Keengganan orang berbicara seks pada akhirnya akan menyebabkan mitos-mitos tertentu di kalangan masyarakat sendiri. Misalnya mitos yang berkembang di kaum perempuan apabila memakan buah-buahan tertentu seperti nanas, ketimun, dan pisang akan menyebabkan keputihan. Atau mitos payudara yang besar akan membuat gairah yang besar. Mitos lain yang berkembang adalah vagina yang keset, peret, dan harum akan memuaskan pasangannya. Sementara itu, banyak kaum laki-laki yang mempercayai mitos bahwa penis yang besar akan memuaskan pasangan, atau laki-laki memiliki dorongan seksual yang lebih besar, untuk kepuasan pasangan, penis harus dipasang aksesori. Mitos-mitos tersebut sebenarnya dapat dikontrol jika saja, masyarakat menyadari bahwa pendidikan seks sejak dini sangat perlu. Seperti maraknya kehamilan di luar nikah atau banyaknya penyakit menular seksual yang terjadi pada remaja disebabkan karena ketidaktahuan mereka tentang seks. Di lingkungan rumah pun mereka enggan bertanya pada orang tua karena orang tua mengondisikan hal-hal seperti itu tidak boleh atau tabu untuk dibicarakan.

Membicarakan seksualitas maka sulit terlepas dari hal medis. Seperti yang dibicarakan dr. Suryono, organ utama seksual sebenarnya adalah otak. "Karena otak yang mengatur dan mengontrol reaksi dari organ-organ lain," ungkap dokter yang berpraktik di RSCM ini. Seperti pada kasus disfungsi seksual, sebenarnya yang terjadi adalah ketidakmampuan yang tetap atau berulang otak untuk bereaksi secara emosional atau fisik terhadap rangsangan seksual. "Hal ini diperparah karena penderita malu untuk mengungkapkannya sehingga tidak ada yang memberinya jalan keluar dari persoalan itu," kata Suryono. Pada akhirnya, Mitra Inti Foundation ingin meng-goal-kan tujuan mereka untuk memberi pendidikan seks dan kesehatan reproduksi dari usia dini. "Paling tidak, pengenalan seks harus dimulai di sekolah-sekolah. Jika tidak dalam kurikulum maka bisa dimasukkan dalam salah satu ekstrakurikuler," jelas Laily. Isna

Foto : Isna