Kebanyakan orang tua suka berteriak atau membentak agar anak mau mendengar atau menuruti perkataan mereka. Padahal, menurut ahli, cara ini dapat berdampak buruk pada anak. Pasalnya, saat orang tua membentak anak, sering keluar kata-kata yang menyakitkan dan merapuhkan kepercayaan diri anak.
Misalnya, "Kenapa, sih, kamu tidak bisa seperti kakakmu?" atau "Kamu ini kenapa, sih?" Bentakan ternyata juga merupakan langkah awal dari tindakan-tindakan fisik lain terhadap anak, misalnya memukul atau menampar.
Selain itu, bentakan juga dapat mengganggu anak yang sangat sensitif atau gampang khawatir. Orang tua yang suka membentak juga akan mengajarkan pada anak untuk menjauhkan diri dari konfrontasi atau menjadi takut untuk mencintai orang lain. Akibat lebih buruk, kata ahli, anak akan menjadi benci pada orang tua.
Yang lebih mengejutkan lagi, ketika Anda berteriak-teriak, otak akan melepaskan hormon kortisol penyebab stres. Dan, semakin keras Anda berteriak atau membentak, maka kortisol akan menjadi kronis, menekan sistim kekebalan, dan membuat Anda lebih gampang terserang flu, pilek, herpes, dan virus-virus lain. Nah!
KENAPA KITA BERTERIAK?Lantas, jika memang berteriak atau membentak tak baik, kenapa kita masih juga melakukannya? Beberapa orang dibesarkan dalam keluarga yang memang dipenuhi oleh teriakan dan bentakan orang tua. Akibatnya, setelah dewasa, entah secara sadar atau tidak, mereka meniru apa yang dulu dilakukan orang tua sebagai bentuk pola asuh kepada anak-anak.
Bisa juga kita membentak atau berteriak "hanya" karena frustrasi dan marah pada tingkah laku anak-anak dan tidak tahu bagaimana harus mengubahnya. "Banyak orang tua yang tak tahu harus berbuat apa selain membentak," ujar ahli.
Urutan kelahiran juga bisa menjadi salah satu penyebab kenapa seseorang suka membentak atau berteriak. Jika Anda adalah anak sulung, maka secara tak sadar Anda akan mengidentifikasikan diri pada anak sulung Anda. Akibatnya, secara insting Anda akan langsung mengomel pada anak bungsu Anda yang mengobrak-abrik kamar kakak sulungnya. "Identifikasi bawah sadar inilah yang akan memunculkan bentuk kemarahan dan pola watak seseorang," ujar ahli.
Teriakan memang efektif untuk menarik perhatian anak, tapi hanya untuk sementara waktu. Para ahli menyamakannya dengan tamparan, yang menciptakan kejutan dan situasi tak nyaman. "Mungkin ini bisa menghentikan kebiasaan buruk anak sesaat, tapi dalam jangka panjang, tak mengajarkan apa pun pada anak," kata ahli.
Hasto Prianggoro/Dok. NOVA