Dulu, memukul atau mencubit mungkin lumrah dilakukan orang tua kepada anak-anaknya. Padahal, hukuman fisik seperti ini sudah ketinggalan zaman. Ada cara lain yang lebih efektif, kok. Hukuman fisik memang suatu cara yang dipilih orang tua untuk memberi tahu anak. Menurut Fabiola P. Harlimsyah, M.Psi atau Feiby, hukuman ini diberikan lantaran orang tua ingin si anak hormat kepada mereka. Selain itu, orang tua ingin anaknya patuh dengan cara itu. "Bedakan antara mendidik dan menghukum. Mendidik itu bukan menghukum," paparnya. Selama ini, hukuman fisik dianggap normal dan wajar. "Padahal, sebenarnya enggak benar. Mungkin para orang tua dulunya juga mengalami hal itu. Jadi, mereka pikir itu wajar. 'Toh, kita sukses dan survive. Kenapa kita enggak bisa lakukan itu ke anak?' begitu pikir mereka," jelas Feiby.
KONDISI DIRIHukuman fisik menyangkut semua hal yang berkaitan dengan fisik, misalnya cubitan atau pukulan. Anak akan belajar dari apa yang dilihatnya. Pesan yang mungkin sampai pada anak adalah, "Aku salah dan aku dipukul. Orang tua boleh mukul aku. Jadi, aku boleh, dong, mukul orang tua. Kalau aku enggak suka, aku juga boleh mukul temanku. Kalau begini, kan gawat." Setiap anak, lanjut Feiby, adalah unik dan tidak bisa menerapkan sebuah cara yang sama untuk semua anak. Karena itu, sebagai orang tua, Anda harus memahami tahap perkembangan dan karakteristik balita. - Usia 2 - 3 tahun, anak cenderung meniru orang dewasa. Jika melihat orang dewasa memukul, dia ikut memukul tanpa tahu alasannya. - Usia 3 - 4 tahun, anak mulai sensitif dengan mimik muka atau penolakan. Kadang anak berontak karena dia merasa ditolak. - Usia 4 - 5 tahun, anak mulai bertanya-tanya alasan orang tua memukul. Dia enggak akan menerima begitu saja dan biasanya akan muncul pemikiran atau pertanyaan seperti, "Mama udah enggak sayang sama aku." Selain memahami anak, yang perlu diperhatikan adalah memahami kondisi Anda sendiri. Pasalnya, menurut Feiby, hukuman fisik biasanya terjadi pada orang tua yang ada dalam kondisi stres dan tak bisa berpikir tenang. "Anda perlu juga menyadari, kapan merasa tidak dalam kondisi emosi yang tak memungkinkan dekat dengan anak. Dengan adanya kesadaran tersebut, Anda bisa menenangkan diri dulu," sarannya. Jika memang emosi sedang memuncak, Anda bisa bilang ke anak, "Mama enggak bisa ngomong dulu ke kamu sekarang. Mama ke kamar dulu, ya. Nanti kalau Mama udah tenang, Mama akan ngomong sama kamu."
Triwik Kurniasari