Seiring dengan perkembangan zaman, pergeseran tradisi dan gaya hidup di masyarakat pun tak dapat dihindari terjadi. Salah satunya, kebiasaan makan bersama dalam keluarga. Perbedaan jadwal aktivitas antaranggota keluarga, kemacetan lalu lintas, hingga penggunaan teknologi komunikasi dalam kehidupan sehari-hari seringkali membuat orangtua dan anak, maupun suami dan istri tak lagi dapat meluangkan waktu melakukan kegiatan bersama, seperti makan bersama.
Sosiolog keluarga dari Fisip UI, Dr. Erna Karim M.Si dalam peluncuran gerakan "Ayo Makan Bersama!" yang diprakarsai Royco, Rabu, (19/8) mengatakan makan bersama sebetulnya punya beberapa fungsi penting bagi keluarga. "Memperkuat harmonisasi keluarga, media utama afeksi, media utama sosialisasi dan perubahan, media sharing, serta sarana membangun kebersamaan."Lewat kegiatan makan bersama, orang tua dan anak bisa saling mengungkapkan pengalaman, pendapat dan perasaan masing-masing. Selain itu, orang tua pun dapat menyalurkan pengetahuan serta kebiasaan yang positif. "Misalnya, anak-anak dikenalkan dengan variasi makanan maupun makanan yang sehat," ujar Erna.
Senada dengan Erna, psikolog dari Fakultas Psikologi UI, Dr. Rose Mini, M.Psi menambahkan, makan bersama bukan sekedar mengenyangkan perut, melainkan juga mengenyangkan jiwa. Hal ini disebabkan, kegiatan makan bersama dapat memunculkan emosi positif bagi keluarga. "Makan bersama juga dapat menunjang pembentukan pribadi yang sehat secara fisik maupun mental."
Mengutip pernyataan Teri L. Burgess-Champoux dari School of Public Health Universitas Minnesota, Rose mengungkapkan, makan bersama secara rutin pada masa peralihan dari awal sampai dengan pertengahan masa remaja, secara positif berdampak pada perkembangan perilaku sehat bagi pemuda. "Memang tidak semudah membalik telapak tangan. Tapi makan bersama bisa jadi salah satu cara."
Yang perlu diingat, ungkap Rose, saat makan bersama anggota keluarga harus saling menyimak dan menunjukkan empati pada lawan bicara. Buka sekadar basa-basi, sehingga tercipta sebuah dialog positif. Wanita yang akrab disapa Bunda Romi ini melanjutkan, obrolan dalam makan bersama hendaknya jangan bersifat mengintimidasi dan membuat anak merasa terpojok.
"Jangan jadikan anak warga kedua dalam keluarga. Ciptakan komunikasi efektif. Tapi jangan hanya saat makan bersama saja."
Astri