Harga itu tidak akan naik meski musim libur tiba. "Mungkin dulu iya, ada yang merasa "dipukul" oleh pedagang lesehan. Tetapi sudah beberapa tahun ini, kami sepakat memakai harga yang wajar. Setiap lesehan atau warung tenda memasang tarif harga makanan," terang Rudi.
Tetapi diakuinya, "Harga jual antara kuliner siang relatif lebih mahal dibanding kuliner malam. Meski sama-sama menjual nasi ayam, harganya bisa berbeda. Lay out dan space jualan kuliner siang kan juga beda. Pedagang siang memakai meja, kursi, dan tenda, sementara kuliner malam hanya pakai tikar."
Bisa jadi, lanjut Rudi, harga menu utama di antara sesama pedagang ada yang memasang harga yang berbeda. "Itu bisa terjadi misalnya ayam yang dia jual itu ayam kampung atau ayam potong. Kalau lele, misalnya di pedagang kulakan sekilo lele mentah isi lima dengan sekilo lele isi tujuh, jelas harga jual matangnya pasti akan berbeda, karena bobot lelenya kan juga berbeda. Kalau harga disamaratakan, tidak bisa. Pedagang pasti keberatan."
Tarif kuliner jual juga bisa berubah, manakala bahan baku di pasaran melonjak drastis. "Tapi pada intinya kami pedagang kaki lima di sepanjang Malioboro dan Jalan Perwakilan sudah sepakat setiap pedagang lesehan memasang papan tarif harga sebagai pemberitahuan kepada calon pembeli. Kalau merasa ada pedagang yang jualannya paling murah, ya pembeli bisa masuk ke sana. Untuk harga minuman sudah standar, kalau air teh yang berkisah Rp3 ribu -Rp4 ribu," tegas Rudi.
Namun, pesan Rudi, bila ada konsumen yang merasa "dipukul" oleh pedagang lesehan, dan hendak mengajukan komplain, silakan mengadu ke asosiasi. "Kalau harga yang dipatok melebihi kepatutan akan ditindak. Yang harus diingat saat komplain adalah, dia bersantap waktu siang atau malam. Pedagangnya yang mana. APKLI konsepnya menyadarkan para pedagang lesehan bahwa berbisnis harus dengan etika dan berkelanjutan. Memasang tarif harus diimbangi dengan pelayanan dan rasa."
Musim libur Natal, disusul tahun baru dan libur sekolah tahun ini pun harga jual sepiring nasi ayam atau lele tidak naik. Harga dibandrol wajar. Tak heran hingga akhir tahun berganti tahun baru rata-rata omset jualan pedagang lesehan Malioboro, kata Rudi, berkisar Rp2 juta. Dan, bila ditotal, maka omset pedagang lesehan anggota APKLI Malioboro saja mampu meraup sedikitnya Rp 5 Milyar! Benarkah?
Menurut pengelola warung tenda Lestari Malioboro, sepanjang musim libur Natal hingga hari ini, Kamis (3/1) pendapatan kotornya sepanjang jualan di siang hari, bisa mencapai Rp 700 ribu. Tetapi bila hujan hanya setengahnya. "Dan musim liburan ini kerapnya hujan terus," tutur Lestari yang menjual seporsi nasi ayam goreng kampung Rp17 ribu, dan es campur durian Rp10 ribu."
Rini