Mengunjungi pameran juga bisa menjadi nostalgia. Misalnya, ketika para orangtua berkunjung ke Stand Museum Pendidikan milik Universitas Negeri Yogyakarta. Di sini dipamerkan koleksi museum, satu di antaranya adalah 17 alat tulis terbuat dari sabak dan grib yang terbuat dari batu. Alat tulis ini merupakan hibah dari beberapa sekolah di Jogjakarta. Melihat deretan koleksi sabak, para orangtua langsung riang karena teringat masa kecilnya saat belajar di bangku SD dulu.
Sebaliknya, ketika anak-anak sekolah yang berkunjung, mereka sama sekali tidak mengenal sabak yang bentuknya seperti iPad. Bahkan cara menggunakan saja tidak tahu. Karena itu untuk mengenalkan sejarah pendidikan masa lampau, Museum Pendidikan menyelenggarakan lomba menggambar dengan sabak dan kapur sebagai medianya.
Anak- anak, rupanya lebih suka mengenal museum yang standnya memajang layar sentuh. Tak sedikit anak-anak sekolah yang langsung memencet-mencet layar sentuh untuk mencari informasi tentang koleksi museum yang dikunjunginya.
Tyas, siswa SD Minggiran misalnya, saat mengunjungi stand Museum Pers Indonesia, tanpa banyak tanya pada penjaga stand,ia langsung menyentuh layar datar itu. Meski tidak menemukan informasi yang ia inginkan, Tyas terus saja mengotak-atiknya. Demikian pula dengan Alif, siswa kelas 4 SD Ungaran, Kotabaru, Jogja. Saat berkunjung ke stand Museum Persandian Indonesia, yang dituju langsung layar sentuh, ketimbang mencari informasi dari penjaga stand atau brosur yang disediakan. Setelah mengenal sekilas museum yang dikunjunginya, Alif pun menuju ke arah pesawat terbang koleksi Museum Dirgantara.
Museum Dirgantara Mandala memajang pesawat sungguhan seri Ficher FP-404 yang semula milik PASI Jabar. Pesawat yang baru masuk museum TNI AU Juli lalu, lantas menjadi lokasi pemotretan favorit baik anak-anak maupun orangtua. Museum lain yang disuka adalah, Museum Gunung Api Merapi yang memajang replika Gunung Merapi, lengkap dengan asapnya yang mengepul, seolah gunung tengah mengeluarkan asap putihnya.
"Senang bisa lihat pameran museum. Bisa belajar IPS, mengenal tokoh pahlawan nasional," tutur Alif yang mengaku nonton pameran atas kehendaknya sendiri. "Kan, gratis," ucap Lief yang disertai ayahnya. Pameran museum yang diikuti oleh Museum dari dalam dan Jogjakarta Sore ditutup oleh Gubernur Propinsi DIY, Sultan HB X.
Rini