"Kami, keturunan Pangeran Diponegoro, secara turun tumurun merawat makam ini," ujar Harto Diponegoro (32) yang mengaku generasi kelima sang pahlawan.
Menurut Harto, keturunan Diponegoro secara berkala mengunjungi makam eyangnya, terutama menjelang bulan puasa. Makam ini terletak di jalan utama Makassar, yaitu Jalan Diponegoro tak jauh dari pusat kota. "Makam ini menempatri areal seluas 625 meter pesegi. Istri dan 6 anak pangeran juga dimakamkan di sini. Termasuk juga cucu dan cicit beliau," kata Harto.
Dikisahkan Harto, perjuangan Diponegoro berakhir karena tipu muslihat Belanda. Dari Jawa, sang pangeran diasingkan ke Makassar dan ditahan di Beteng Rotterdam. Ia ditahan bersama istri, RA Ratna Ningsih dan anak-anaknya. Sekian tahun dalam masa penahanan, "Pangeran minta izin kepada Belanda untuk jalan-jalan ke luar tahanan. Sampailah ia di kampung Melayu yang sekarang ini termasuk wilayah Kecamatan Wajo. Ia berpesan kepada sang istri, agar dimakamkan di sini setelah meninggal."
Wasiat ini disampaikan ke pemerintah Belanda ketika Diponegoro meninggal. Sang pahlawan pun dimakamkan di sana. "Lalu, istri dan anak-anak Diponegoro dibebaskan Belanda. Tapi, mereka tidak bisa pulang ke tanah Jawa. Akhirnya, mereka tinggal di Makassar, dan keturunannya tetap bertahan. Memang ada, sih, keluarga kami yang kemudian tinggal di Jawa."
Makam Pangeran Diponegoro berdampingan dengan pusara istri. Kedua makam ini dibangun megah dan lebih besar dibandingkan pusara lainnya. Kondisi area pemakaman juga terlihat rapi dan bersih. "Pada bulan-bulan tertentu, banyak peziarah yang ke mari" tutur Harto seraya mengatakan kompleks pemakaman dilengkapi dengan fasilitas musala dan pendopo untuk tempat istirahat peziarah.
Henry