Mengaku suka nyanyi dangdut sejak kelas 4 SD, ia pun senang main ketoprak tingkat RT. "Enggak dibayar juga sudah senang. Pokoknya asal kesorot lampu, senangnya poool," kenang pria kelahiran 5 Oktober 1980. Sebelumnya, nama Tedjo sudah tersohor di panggung hiburan musik Jogja dan sekitarnya. Bahkan, sejak 2006 wajahnya yang tergolong ganteng ini sudah diakrabi warga Jogja sebagai pengampu Klinong-Klinong Campursari di Jogja TV, hingga kini. Maka, imej sebagai penyanyi campursari kian lekat padanya.
Kariernya di dunia tarik suara dimulai sejak ia menjuarai lomba Karaoke Campursari tahun 1998. "Saya direkrut Pak Manthous, lalu dibikinkan album solo Tebe-Tebe Campursari. Albumnya laris manis di pasaran," tutur anak pasangan Ahmad Sonaji dan Ponikem. "Jiwa seniku mengalir dari Bapak, yang dulunya wiyoga atau penabuh gamelan," tambahnya.
Tercatat 8 album solo sudah dirilisnya. Mulai dari gendhing Jawa, langgam Jawa, dangdut koplo Jawa, dan pop Jawa. "Semua lagu ciptaan saya," terangnya. Salah satu ciptaannya berjudul Stasiun Tugu. Kini, Tedjo benar-benar telah menjadi penyanyi campursari laris-manis. Boleh dibilang, dia lah rajanya campursari.
Kendati demikian, ia enggan hijrah ke Jakarta. "Saya memilih wira-wiri saja. Saya tak mau dikontrak eksklusif oleh teve mana pun. Fans di Jogja sudah banyak. Masak pindah ke Jakarta?" Hari-hari Tedjo pun kian sibuk, padat oleh jadwal manggung. Kuliah, seolah jadi nomor dua. Namun, ia tetap ingin menuntaskan studinya. "Sengaja ambil bidang hukum untuk mendukung karier. Misalnya saat meliris album atau produk, kan, harus teken kontrak, saya jadi bisa melihat dari sisi hukumnya."
Rini