Audisi PB Djarum rutin digelar setiap tahun dan cenderung mengalami penambahan peserta. Sudah menjadi cerita tahunan, apabila ada peserta yang tak kebagian hotel atau losmen. Seperti Sujoko (55) dan Budi (14) asal Banjarnegara yang menginap di rumah penduduk di sekitar GOR Bulutangkis Djarum, lokasi audisi. "Semalam biaya k:marnya cuma Rp 25.000. Lumayan lah k:lau hanya untuk tidur dan mandi. Sementara ada keluarga lain yang katanya terpaksa tidur di mobil atau musalah," kata Sujoko yang sesekali merebahkan diri di GOR, menunggu Budi mengikuti proses seleski. Maklum,audisi yang memperebutkan beasiswa PB Djarum itu berlangsung dari pagi hari hingga malam. "Pengorbanan" ini menurut Sujoko rela dialukan, demi ambisi Budi menjadi pebultangkis nasional.
Sugianto (39) dan Asti (11) punya cerita lain. Bapak dan anak ini berasal dari Jayapura, Papua. Mereka tahu audisi ini dari televisi dan berangkat dari Jayapura 5 hari sebelum Audisi. Dengan pesawat mereka transit di kota Makassar, Jakarta, dan Semarang, untuk sampai ke Kudus. "Kami tahu audisi ini dari televisi dan k:mi berangkat berlima. Selain Asti, Alvon (11) teman anak saya turut serta bersama ibunya. Istri saya pun ikut," jelas Sugianto yang berdarah Jawa dan bekerja di RSUD Jayapura.
Biaya transpor dari Jayapura-Kudus terhitung mahal. "Pesawatnya saja Rp 2,8 juta kali 5 orang. Belum biaya makan dan lainnya. Tiket pulang pun saya dengar lebih mahal, mencapai Rp 3 juta karena dimasa libur," imbuh Sugianto. Untuk menghemat biaya menginap, rombongan itu tinggal di rumah kerabat Sugianto di Grobogan, kota kecil di selatan Kudus.
Demi minat Asti dan Alvon yang besar terhadap bulutangkis, jerih payang itu tak dipermasalahkan Sugianto dan ibunda Alvon. "Tidak apa-apa pula jika tak dapat beassiswa. Yang penting mereka bisa uji kemampuan dan menambah jam terbang. Di Jayapura acara semacam ini amat langka. Di sana sepakbola lebih popular daripada bulutangkis," k:ta Sugainto.
Modal Nekat
Sementara Yuli Poernomo (48) setiap tahun datang ke Audisi PB Djarum. " Saya tak pernah bosan datang ke acara ini," k:ta Yuli, pelatih di PB Kumala, Tuban. Di tahun ini bapak dari 3 anak itu membawa 5 anak didiknya. Namun, baru satu anak didiknya yang berhasil meraih beasiswa PB Djarum, yakni Maria Kristin (peraih medali perunggu Olimpiade), yang tak lain adalah anak sulung Yuli sendiri.
"Keberhasilan Maria lah yang mendorong pebulutangkis muda di PB Kumala selalu mengikuti audisi ini. Minimal agar tambah mental, pesan Maria," sebut Yuli. "PB k:mi latihan di gudang KUD, 60 km dari kota Tuban dan dipinggir hutan, tapi k:mi anak-anak petani punya modal nekat," lanjutnya sambil tertawa. Selain telah menghasilkan Maria, anak ke-2 Yuli, Nathan Yulianto, berhasil masuk PB Suryanaga (Surabaya) dan kini tinggal di Singapura untuk melatih. Si bungsu , Mahda (7), juga sudah punya prestasi di tingkat Tuban.
Kembali ke masa lalu saat Maria berhasil merbut beasiswa PB Djarum, Yuli mengaku tidak menyangka. "Saat itu k:mi enggak sempat pulang dan minim persiapan. Ketika Maria dinyatakan lulus, k:mi langsung ke pasar untuk beli baju-baju. Maria pun dikarantina," masih cerita Yuli.
Yang membuat Yuli tercengang, Maria yang dahulunya kecil dan kurus, setelah tinggal di PB Djarum tumbuh menjadi gadis yang atletis dan tinggi besar. "Di sini makanan dan gizinya terjamin. Siapa yang enggak betah tinggal di mess PB Djarum," cetus Yuli.
Setiap tahun PB Djarum tak menentukan jumlah kuota bagi penerima beasiswa bulutangkis (usia 15 tahun ke bawah), asal berkualitas. Penerima beassiswa PB Djarum dijamin segala kebutuhannya. Begitu juga akan dibiayai, ketika mengikuti pertandingan di dalam dan luar negeri.
Kompleks GOR Djarum Jati Kudus memiliki luas 4 hektar. Diantaranya berfasilitas asrama modern dengan hall latihan eksklusif (16 lapangan dan 1 lapangan pasir). Pelatih dari Cina dan mantan pebulutangkis nasional, serta dokter fisioterapi dari Jepang. Merupakan salah satu tempat pemusatan latihan bulutangkis terbaik di Asia. Tempat ini bak kawah candradimuka bagi pebultangkis remaja. Di PB Djarumlah lah sejumlah legenda pebultangkis seperti Liem Swie King, Christian Hadinata, Ivana Lie, Alan Budi Kusuma, Haryanto Arbi, dan Ardy BW pernah digembleng.
Ahmad Tarmizi