"Waduh, pasti ada bulatannya, pasti nilainya jelek, nih," keluh Ibu Emeh (61) dengan wajah cemas. Sementara itu, Panji (20), sang guru, sambil tersenyum menyerahkan sebuah buku ke Ibu Emeh. Tak lama wajah Ibu Emeh pun ceria karena mendapat nilai 100. "Habis kalau dapat pekerjaan rumah matematika suka bingung," papar Ibu Emeh pelan.
Sudah setahun ini YAPPIKA melakukan program penggalangan dana dan keaksaraan fungsional (KF). "Kami telah berhasil mendirikan 10 kelompok belajar bagi kaum ibu buta aksara di kawasan Marunda dan Sukapura. Selain menggalang donasi publik, kami juga bekerja sama dengan para relawan yang tergabung dalam organisasi Relawan YAPPIKA," tutur Elita Triandayani, Capacity Buliding Division YAPPIKA.
Tujuannya tak lain mengimplementasikan program Ayo Bantu 5,3 Juta Ibu Indonesia Belajar Membaca. "Agar bisa menolong kaum ibu dari ketidakberdayaan karena tak mampu membaca, menulis, dan berhitung, serta tidak memahami hak-hak dasar mereka sebagai warga negara."
Sejak April tahun ini sudah ada dua kelompok belajar, tiap Kamis dan Sabtu atau Kamis dan Minggu mulai jam 13.00 - 15.00 WIB. Mereka juga mendapatkan buku pedoman, pensil, penghapus, buku tulis.
Seperti hari Kamis itu, Panji, pengajar sekaligus mahasiswa dari UNJ dibantu Sri Iswati (43) atau akrab dipanggil Iis, tutor dari PKK Sukapura, begitu semangat mengajar ibu-ibu yang usianya bisa dibilang tidak muda lagi. Selain Ibu Emeh, ada Siti Hasanah (51), Ibu Suryati (55), Ibu Masropah (51), Ibu Marsuah (59), Ibu Sadiah (59). Bahkan ada anak dari salah satu ibu tersebut yang ikutan menemani sang ibu. "Eit, jangan dikasih tahu, ya, nanti ibunya malah enggak bisa," tegur Panji ketika sang anak memberitahu hasil dari pengurangan matematika pada sang ibu.
Menurut Panji dan Iis, karena usia lanjut, kendala yang sering terjadi adalah sering lupa saat pelajaran diulang kembali. "Makanya setiap kali ketemu, saya ulang lagi pelajaran yang sebelumnya, biar mereka ingat," papar Panji yang mau menerima tawaran dari YAPPIKA dengan alasan ingin mempraktikkan ilmunya. "Dengan praktik saya jadi tahu bagaimana caranya mengajar orang sesungguhnya di lapangan."
Bahkan awalnya mereka pun sangat kaku waktu disuruh menulis. "Memegang pensil saja susah banget apalagi menulis. Makanya saya banyak memberikan latihan terus menerus agar mereka ingat dan memperlancar menulis," papar Iis yang begitu sabar mengajari seorang ibu yangs sering lupa. "Nanti di rumah diulang lagi ya Bu, pelan-pelan saja. Kalau dilihat anak sedang belajar, bukunya tidak usah ditutup. Kenapa harus malu, Bu?"
Ternyata menurut perkiraan data Kemendiknas terhadap angka buta huruf di Indonesia akhir tahun lalu sebanyak 5,3 juta perempuan berusia 15 tahun ke atas mengalami buta aksara. Untuk itulah YAPPIKA menjalankan program ini. Apalagi hasilnya sudah terasa. Berkat bisa membaca banyak hal-hal positif dialami. "Sekarang kalau cari alamat rumah tidak perlu bingung lagi karena saya sudah bisa baca plang jalannya," kata Ibu Emeh.
Sementara Ibu Siti Hasanah mengaku suka bingung kalau di rumah sakit tidak bisa menulis saat disuruh pegawai RS. "Rasanya saya sedih sekali, pengin banget mengerti apa, sih, yang ditulis itu. Makanya saya ikutan program ini, meskipun awalnya susah banget, apalagi kalau pas pelajaran angka, wah kepala pusing,."
Sebenarnya, lanjut Ibu Siti, sang anak ingin mengajarkan membaca, tapi karena sibuk mencari nafkah, Ibu Siti tak sempat belajar. "Sekarang berhubung sudah tidak bekerja lagi, saya punya banyak waktu belajar. Ternyata enak ya rasanya setelah bisa baca, apa saja yang dilihat terasa plong dan lapang," kata Ibu Siti dengan wajah senang. Nove