evi Delia, M.Psi., psikolog anak dari Rumah Sakit RK. Charitas, Palembang, mengakui bahwa ART mudik menjadi salah satu permasalahan ketika Lebaran tiba.
“Menggunakan jasa asisten rumah tangga (ART) sudah menjadi kebutuhan keluarga saat ini. Jasa ART tidak sebatas membersihkan rumah dan perabotannya, tetapi juga termasuk mengasuh anak.”
Seiring waktu pula, ART ini membantu anak hampir di setiap aktivitasnya. Misalnya, menyediakan makanan, mandi, ataupun membereskan keperluannya. Orangtua terkadang merasa tidak sabar jika harus menunggu anak menyantap makanannya secara mandiri ataupun untuk mandi sendiri.
Ayah ibu justru merasa merasa terbantu saat anak dimandikan ataupun disuapi makanan oleh sang ART. “Akhirnya, anak menjadi terbiasa dibantu dalam melakukan segala aktivitas, termasuk untuk kegiatan bina dirinya, seperti berpakaian, mandi, dan lainnya.”
Nah, secara teori, perilaku anak dapat terbentuk dari kebiasaan yang dijalankannya sehari-hari. Lantaran itu, jika dalam melakukan segala sesuatu, termasuk kegiatan bina diri seperti makan, mandi, berpakaian dan lain-lain selalu dibantu ART, anak akan merasa terbiasa untuk dibantu.
Berawal dari “terbiasa” selanjutnya akan berkembang menjadi “perlu”. Maksudnya, bila anak selalu dibantu, ia akan merasa menjadi tidak bisa atau tidak mampu untuk melakukan segala sesuatunya sendiri.
“Misalnya saat hendak mandi selalu dibantu mulai dari menyiapkan handuk, peralatan mandi seperti sikat gigi yang udah diolesi pasta gigi, disabuni, dikeramasi sampai badannya dikeringkan oleh handuk, dan seterusnya. Pokoknya komplet dari A-Z, mulai dari persiapan mandi hingga mandi selesai dan kembali berpakaian, ibaratnya anak tinggal “duduk manis”.
Alhasil, suatu ketika Si Mbak pulang kampung, anak tak mampu untuk mandi sendiri. Ia pun menolak saat diminta untuk mandi sendiri karena tak terbiasa. Demikian juga untuk hal lainnya.
“Artinya, anak yang terbiasa dibantu oleh ART dalam aktivitas sehari-harinya, dapat menghambat kemandirian dan rasa percaya diri untuk melakukan segala sesuatunya sendiri.”
Nah, jika sebelumnya anak memang sudah dibiasakan untuk dibantu dalam melakukan aktivitas sehari-harinya, saat ART tidak ada, bukan berarti selanjutnya orangtua menggantikan peran ART.
“Sebaliknya, orangtua juga tidak bisa berharap anak tiba-tiba dapat melakukan segala sesuatunya sendiri secara mandiri saat ART tidak ada. Artinya, orangtua tidak bisa begitu saja melepas anak untuk melakukan kegiatan bina dirinya sendiri.”
Kemandirian anak dapat diasah. Pada awalnya, lanjut Devi, orangtua dapat terlebih dahulu memberikan pendampingan kepada anak dalam melakukan kegiatan bina dirinya tersebut. Lalu secara bertahap memberikan kepercayaan kepada anak untuk melakukan sesuatu secara mandiri.
“Misalnya, jika sebelumnya anak terbiasa untuk dibantu saat mandi, awalnya orangtua dapat menemani anak sambil memberikan arahan. Sebagai contoh, dapat berbentuk pertanyaan saat anak mandi, ‘Nah setelah pakai sampo, selanjutnya Adik harus apa?’”
Selanjutnya, orangtua masih perlu menemani beberapa kali dengan mengurangi memberikan arahan. Nah, setelah anak tampak mampu mandi secara mandiri, orangtua dapat mempercayakan anak untuk mencoba mandi sendiri. “Pujian dan apresiasi terhadap usaha anak untuk mandi sendiri juga dapat diberikan. Hal ini juga demi mengembangkan rasa mampu dan kepercayaan diri anak.”
Kemandirian umumnya dapat dilatih sejak dini, sekitar usia dua tahun, di rumah melalui kegiatan bina diri. Berikut contoh-contoh kegiatannya:
Berpakaian sekolah sendiri, mengancingkan seragam sekolah, mengenakan kaus kaki dan sepatu sendiri, makan sendiri, merapikan mainan atau membuang sampah kering seperti tisu atau kertas ke tempat sampah.
Usia 6-9 tahun.
Menyiapkan buku-buku sekolah secara mandiri dan merapikan tempat tidur saat bangun pagi. Aktivitas ini juga dapat mengasah kemampuan anak agar lebih terorganisasi. Selain itu, latih anak untuk melakukan kegiatan rumah tangga yang bersifat sederhana, misalnya membersihkan debu di meja dan area-area yang mudah dijangkau oleh sang anak. Sebagai catatan, pada awalnya orangtua dapat memberikan pendampingan.
Membantu menjaga adik yang lebih kecil, termasuk menjaga saat adik tidur atau mengawasi adik saat bermain. Kegiatan rumah tangga juga sudah dapat diajarkan dan dibiasakan pada usia ini. Contohnya membantu saat mencuci piring, menyiram tanaman, ataupun menyapu halaman rumah.
Segudang Manfaat Ajarkan Anak Disiplin
Tentunya ada banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan melatih kemandirian anak. Selain anak menjadi mampu melakukan rutinitas dan kegiatan tertentu secara mandiri, kepercayaan diri anak juga ikut terbentuk.
Kemudian, aktivitas-aktivitas yang dilakukan pun turut mengasah kemampuan motorik anak. “Misalnya, kegiatan bersih-bersih rumah seperti merapikan tempat tidur, menyapu, atau membersihkan debu dapat melatih gerak fisik pada anak. Sementara, aktivitas seperti mengancingkan pakaian ataupun mengikat tali sepatu dapat mengasah kemampuan motorik halus.”
Lewat aktivitas menyiapkan buku-buku sekolah, anak pun dilatih untuk mencoba mengingat buku-buku apa saja yang perlu dipersiapkan supaya tidak ada yang tertinggal. “Hal ini akan mengasah kemampuannya berkonsentrasi, di samping kemampuan anak agar lebih teratur dan disiplin.”
Tak kalah penting, sambung Devi, bila berbagai aktivitas tersebut dilakukan dalam suasana kebersamaan, misalnya melakukan kegiatan bersih-bersih rumah pada akhir pekan bersama keluarga, tentu menjadi aktivitas yang menyenangkan bagi anak.
Kegiatan bersih-bersih juga tidak akan dirasa sebagai suatu yang membebankan. Bahkan, dengan adanya kebersamaan, hubungan antarsesama anggota keluarga pun akan menjadi lebih harmonis.
Hilman Hilmansyah