Nunuk yang bersuamikan pengacara, Sulamul Hadim, mendirikan LSM Ronggolawe pada 2004. Berawal dari rasa keprihatinannya setiap melihat kejahatan dengan korban anak atau perempuan, namun para penegak hukum menganggap kejahatan itu bersifat individu, bukan menjadi urusan negara. "Negara memang punya UU KDRT, tapi implementasinya tak sepenuhnya berjalan," katanya.
Salah satu contoh yang terus terjadi sampai kini, bila ada siswi sekolah melapor karena menjadi korban kejahatan seksual, pihak sekolah bukannya melindungi tapi justru mengeluarkannya dari sekolah, dengan alasan siswi tersebut merusak nama baik sekolah. "Bisa dibayangkan, sudah jadi korban, masih dikeluarkan dari sekolah. Ini membuat korban lain tak berani melapor karena takut dikeluarkan dari sekolah," katanya dengan nada prihatin.
Sebagai aktivis, ia sudah berusaha semaksimal mungkin mengubah pola pikir dengan membuat laporan ke gubernur sampai Diknas, sayangnya hasilnya belum maksimal karena sekolah dianggap memiliki otonomi yang tak bisa diintervensi pihak lain. "Selama saya mendampingi korban kejahatan yang jumlahnya puluhan, hanya satu sekolah yang berjiwa besar, mau menerima siswinya yang jadi korban pencabulan."
Dari sekian banyak kejadian, ada satu peristiwa yang membuatnya benar-benar menangis, ketika ia mendampingi bocah korban perkosaan di Kecamatan Merak Urak, Tuban. Gadis berusia 16 tahun yang amat miskin itu diperkosa teman ayahnya yang sering mabuk-mabukan di rumahnya. Akibat perkosaan itu bocah yang tinggal bersama ayahnya karena ibunya jadi PRT di Surabaya, harus melahirkan dan mengasuh bayinya di lantai tanah yang hanya beralaskan tikar tipis dan kumal. "Saya sedih, negera kita yang konon kaya raya, ternyata masih ada yang semiskin itu," ungkapnya.
GANDHI