Dari kejauhan, pria bernama Lius Sembiring itu menyaksikan Gunung Sinabung yangsepanjang hari terus mengeluarkan awan panas. Matanya tak lepas dari aktivitasSinabung yang terus bergolak.
"Entah kapan, erupsi Sinabung bisa berhenti,"ujarnya setelah disapa.
Luismengaku salah satu warga desa yang terpaksa mengungsi karena bencanaSinabung. Ia juga sudah lebih dari duabulan mengungsi di Kabanjahe karena rumahnya yang berjarak sekitar 4,8 kilodari gunung Sinabung termasuk zona berbahaya.
"Pekerjaansaya, kan, bertani. Kini, seluruh kebun milik saya rusak. Tak ada lagi yangbisa dipanen, berarti saya juga tidak punya penghasilan," ujar Lius yangbertani aneka tanaman. Ia punya pohon jeruk, kopi yang sudah bisa dipanen,sampai sayur-sayuran.
Karenalahannya rusak dan desanya masih belum aman, Lius pun mengaku menganggur.Sehari-hari ia tinggal di pengungsian. "Tak ada yang saya kerjakan. Kadang-kadang memang ada orang yang mintatenaga saya untuk mengurus kebunnya. Namun, pekerjaan ini jarang sekali."
KataLius, tinggal di pengungsian begitu membosankan. "Tak ada aktivitas yang saya lakukan.Paling-paling saya hanya ngobrol dengan sesama pengungsi. Daripada stres, sudah dua hari saya di BukitGundaling. Ya, sekadar menenangkan diri, supaya tidak stress."
Liusjuga mengaku tidak tahu lagi apa yang mesti dikerjakan.
"Tak ada tanda-tandaGunung Sinabung bakal reda. Selama ini, tiap hari selalu saja terjadi erupsi.Kalau malam hari, terlihat larva pijar yang terus keluar dari mulut Sinabung.Saya pernah tanya petugas posko, tapi dia tidak tahu sampai kapan erupsi bakalberakhir," ujar Lius yang mengaku tak ada masalah soal makanan. "Kebutuhanmakan memang cukup. Tapi, sangat membosankan karena tak ada kegiatan.
Pekerjaanbesar pun masih harus dihadapi Lius andai Gunung Sinabung sudah tenang kembali.
"Warga belum dapat penjelasan dari dinas, apakah lahan yang sudah bercampurdebu gunung, bisa diolah kembali. Yang pasti, kami masih berharap bantuan pemdasetempat. Mulai dari kebutuhan bibit tanaman, sampai kebutuhan makan selamalahan belum menghasilkan. Benar-benar kami mesti memulai semuanya dari nollagi."
Henry