"Selama ini anak-anak, kan, tidak kenal musik keroncong. Banyak, kan, orang yang menganggap keroncong sebagai musik yang ketinggalan zaman, apalagi buat anak-anak remaja," tutur Ages yang memang penggiat musik keroncong. Salah satunya, ia sekian lama terlibat aktif dengan Keroncong Tugu.
Namun, Ages yang punya bekal sebagai pengajar, mampu membuat keroncong menjadi sesuatu yang menarik bagi anak-anak didiknya. Bahkan, alumni SPG Van Lith ini sekarang sudah berhasil membentuk kelompok keroncong di sekolahnya. Bahkan, mereka sudah beberapa kali pentas. Salah satunya, pentas di hadapan tamu-tamu sekolahnya.
Sekarang, "Saya sedang menyiapkan pentas lagi untuk sebuah acara pergelaran seni. Kemungkinan akan saya bawa ke Semarang. Ternyata, bagi anak-anak keroncong bisa juga mengasyikkan. Banyak lho yang sudah ketagihan musik keroncong," tutur Ages yang juga penggiat di Taman Suropati.
Sudah beberapa tahun belakangan ini Ages membentuk Taman Suropati Chamber. Ia mengajar alat musik gesek, terutama biola. Siapa saja boleh bergabung.
"Sebenarnya gagasan ini muncul dari keinginan saya membentuk sanggar musik. Tapi, saya enggak punya tempat luas. Makanya saya memanfaatkan Taman Suropati yang saat itu jadi mangkal para preman dan anak jalanan. Kalau mereka saja bisa masuk, saya juga harus bisa," katanya.
Ages pun berhasil mewarnai Taman Suropati. Tiap libur terutama hari Minggu, Taman Suropati menjadi meriah. Sejumlah anak didiknya rutin bermain biola di bawah kerindangan pepohonan taman. Berkat kegigihannya, ia pun diundang ke berbagai tempat di Amerika Serikat. Bahkan, ada sebuah negara bagian di sana yang kini meniru konsepnya.
"Dengan bermain di Taman Suropati, saya merasa menjadi orang kaya. Bayangkan saja, saya bisa main rutin di taman yang indah, yang menjadi kebanggaan warga Jakarta. Lebih senang lagi, sekarang Taman Suropati menjadi taman yang hidup," kata Ages.
Henry