Dalam kenyataannya, hewan seperti kelinci, tikus, katak, babi, atau monyet, memang sering dijadikan obyek dalam uji coba produk kosmetik, obat-obatan, atau bahan kimia lain. Khusus untuk produk kosmetik, misalnya, lebih dari 80 persen negara di dunia ternyata masih menerapkan praktik uji coba pada hewan, dan atau menggunakan unsur hewan di dalam produknya.
Tikus, babi, dan kelinci termasuk yang paling sering digunakan untuk menguji efektivitas produk. Proses uji coba dilakukan untuk mengetahui reaksi kulit terhadap bahan kimia yang digunakan. Kelinci akan dicukur bulunya, lalu diolesi zat-zat kimia tertentu untuk mengetahui apakah akan terjadi iritasi seperti kemerahan, gatal-gatal, atau kerusakan lain.
Zat kimia juga akan diteteskan pada mata mereka, di mana bila terjadi iritasi mata kelinci akan menunjukkan kemerahan, perdarahan, hingga kebutaan. Ada pula zat-zat yang disuntikkan atau diminumkan, untuk melihat reaksi yang ditimbulkan dalam beberapa hari. Tak jarang, zat kimia itu memicu tumbuhnya sel-sel kanker, dan mengakibatkan kematian.
Sebagai pengguna kosmetik, selama ini Anda mungkin tidak pernah tahu-menahu mengenai bagaimana proses pembuatan sebuah produk kosmetik. Yang Anda pedulikan mungkin hanya bagaimana supaya produk tersebut bermanfaat untuk Anda. Tetapi setelah mengetahui hal ini, sudah waktunya Anda bersikap lebih peduli!
The Body Shop adalah perusahaan pertama yang menolak praktik pengujian produk kosmetik pada hewan. Pendiri perusahaan ini, Dame Anita Roddick, berhasil menjadikan The Body Shop menjadi perusahaan kosmetik pertama yang memperoleh sertifikasi BUAV (British Union for the Abolition of Vivisection, kelompok pelindung binatang yang menyerukan kampanye anti uji coba terhadap binatang) pada tahun 1997.
"Hanya karena binatang tidak bisa berbicara, bukan berarti mereka tidak bisa merasakan (kesakitan). Sudah 20 tahun lebih hal ini menjadi bentuk komitmen The Body Shop sejak awal berdirinya pada 1976, yaitu 100 persen cruelty free dari proses pembuatan dan bahan baku. Produk kami tidak diuji coba dan mengandung unsur hewan di dalamnya, dan kami mengupayakan kesejahteraan hewan di dunia kosmetik," papar Suzy Hutomo, CEO The Body Shop, di sela-sela acara Jakarta Fashion Week 2014 di Senayan City, Jakarta, Jumat (25/10) lalu.
Pada 2012, BUAV mendirikan Cruelty Free International, organisasi global pertama yang berdedikasi untuk menghentikan uji coba binatang di seluruh dunia. Cruelty Free International, didukung oleh The Body Shop, menyerukan larangan global terhadap pengujian kosmetik pada hewan. Selama dua tahun kampanye ini digulirkan, akhirnya terkumpul 1.095. 755 tanda tangan dalam petisi.
Jumat (25/10) lalu, petisi tersebut diserahkan The Body Shop International kepada Cruelty Free International dengan tujuan agar disampaikan kepada delegasi ASEAN untuk melanjutkan kampanye ini, sehingga akhirnya pernyataan pelarangan uji coba kosmetik pada hewan juga diterbitkan di kawasan ASEAN.
"Pesan kami sederhana, yaitu untuk melarang animal testing secara global. Sejauh ini kami sudah melakukan pelarangan di wilayah Uni Eropa, dan menjual produk (yang menerapkan) animal testing di Eropa. Kini giliran ASEAN untuk melakukannya. Kami mengajak para ilmuwan untuk mengganti pengujian terhadap binatang ke non binatang," ungkap Michelle Thew, CEO Cruelty Free International, di acara yang sama.
Perlu Anda ketahui, selain menyelamatkan hewan-hewan dari kekejaman, uji coba terhadap hewan dilarang karena sebenarnya hasil dari tes hewan mungkin tidak relevan dengan manusia. Selain itu, tes dari hewan bisa sangat bervariasi dan sulit untuk ditafsirkan. Uji coba hewan yang tidak relevan dan tidak diprediksikan berarti hasilnya juga tidak dapat menjamin keselamatan konsumen.
"Kami mengajak praktisi fashion and beauty untuk menghentikan kekejaman terhadap hewan. Untuk menjadi cantik, kita tidak perlu melakukan kekejaman terhadap hewan," pungkas Suzy.
Dini Felicitas