"Tahun 2004, bapak mulai mengembangkan batik. Bisa dibilang, beliau adalah salah satu pelopor batik Salatiga," tutur Titik, salah satu karyawan. Selanjutnya, Bambang mendirikan Pusat Kerajinan Tangan Batik Plumpungan Prasasti.
Menurut Titik, motif batik Salatiga diambil dari prasasti Plumpungan. Yakni prasasti yang menandakan lahirnya kota Salatiga pada 24 Juli 750 Masehi. Prasasti ini berupa dua batu besar dan kecil. Dari prasasti inilah, Bambang mengembangkan batik Plumpungan dengan motif khas yang diambil dari prasasti berupa batu besar dan kecil. "Jadi, ciri khas batik Plumpungan adalah motif batu besar dan kecil ini," lanjut Titik yang sudah tiga tahun menjadi staf bagian produksi.
Agar terus berkembang, ujar Titik, Bambang Pamulardi sebagai pemilik mencoba untuk memperkaya karakter batik. "Dengan bertumpu batu prasasti, kami terus mengembangkan corak. Salah satunya bentuk kupu-kupu yang tetap coraknya diambil dari dasar batu besar dan kecil," papar Titik.
Titik menceritakan, pertama kali Bambang menciptakan motif yang diberi nama Selo Plumpungan. Ia juga membuat corak Rumpuk Plumpungan, Selo Sidorejo, Selo Sidumukti, Selo Tingkir. Sampai sekarang, sudah ada sekitar 50-an corak. "Tentu saja kami akan terus mengembangkan corak. Salah satu caranya, Pak Bambang pernah mengadakan lomba membuat motif batik Plumpungan," lanjut Titik.
Batik khas Salatiga ini, papar Titik, kerap diundang mengikuti pameran di berbagai kota. "Beberapa waktu lalu, kami ikut acara Gebyar Magelang, Expo di Pekalongan. Bahkan, kami beberapa kali berpameran di Jakarta. Selama ini, repons masyarakat cukup bagus," kata Titik yang terus berupaya memperkaya motif.
Bahan kain batik juga beragam. "Ada bahan sutra, dobi, katun, serat nanas, batik tulis. Nah, harga batik tergantung bahannya. Misalnya saja kemeja harganya Rp 130 ribu, untuk kemeja yang ada dalamannya harganya Rp 180 ribu. Kain sutra dengan ukuran 2 meter Rp 700 ribu dan batik tulis mencapai jutaan."
Henry