Balita Kupang Terancam Banjir dan Longsor

By nova.id, Jumat, 4 Oktober 2013 | 00:18 WIB
Balita Kupang Terancam Banjir dan Longsor (nova.id)

Tak dapat dipungkiri, NTT (Nusa Tenggara Timur) masih tercatat sebagai propinsi dengan angka kematian bayi dan balita yang tinggi. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi NTT, angka kematian bayi di wilayahnya tercatat mendapai 45 jiwa per 1.000 kelahiran hidup, dan angka kematian balita di sana mencapai 58 jiwa per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini dinilai sangat tinggi dari target MDGs (millenium development goals) 2015 yang menganggarkan angka kematian maksimal 32 jiwa per 1.000 kelahiran hidup.

Menurut Maria Adina Tontty, Senior Brand Manager Lifebuoy, tingginya angka kematian balita ini terutama disebabkan NTT tidak memiliki akses yang layak kepada sanitasi dasar. "Bahkan NTT ini adalah nomor 2 terburuk sanitasi dasar secara nasional setelah Papua," ungkapnya.

 Kematian balita yang tinggi di NTT disebabkan salah satunya oleh diare. Diare ini disumbang oleh gaya hidup kurang higien oleh keluarga-keluarga di NTT. Ungkapan ini diamini oleh Bupati Kupang, Ayub Titu Eki, Ph.D. "Memang cukup mencolok soal ketersediaan air minum di sini.  Lantai rumah kebanyakan penduduk di sini bukan di semen, tapi langsung tanah, dan berdebu. Sedangkan anak-anak makan dan bermain di  situ. Duduk di situ dan kontribusinya sangat besar bagi gangguan kesehatan," ungkapnya membeberkan kehidupan di Kupang, NTT yang sudah dipimpinnya selama lebih dari 5 tahun.

 Selain itu, akses kesehatan di Kupang juga belum baik. Di daerah terpencil, sekalipun bisa membeli handphone namun tidak ada sinyal. Jika ada warga yang sakit, warga harus berlari mencari puskesmas karena kurangnya akses jalan maupun transportasi di NTT juga Kupang.

 "Untuk menjemput ibu yang akan melahirkan, harus berangkatkan ambulans dari kota Kupang ke desa. Padahal jaraknya bisa sampai 98 kilometer dan itupun 71 kilometer saja yang ditempuh dengan ambulans," tukasnya. Belum lagi, soal sanitasi sehari-hari seperti WC, warga harus keluar masuk hutan untuk buang air besar maupun mencari air. Bahkan jika musim hujan tiba, desa-desa yang berada di bukit sulit dijangkau karena jalan terputus oleh longsor maupun air sungai yang meluap.

 Kini, Brand Lifebuoy dari PT Unilever-Indonesia menyepakati kerjasama dengan pemerintah Kabupaten Kupang untuk memperbaiki akses air bersih hingga edukasi membentuk kebiasaan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) masyarakat di desa Bitobe, Amfoang Tengah, NTT sebagai pioneer program "Help a Child Reach 5" hingga dapat menurunkan angka MDGs di desa tersebut.

 "Dengan kebersamaan Unilever, kita harap bagaimana memberi pendidikan anak-anak kita perilaku hidup bersih. Kan, kita tahu kondisi rumah di sini masih penuh debu sehingga tangan kotor, lalu mereka ambil-ambil makanan dan langsung makan. Ini sumber penyakit. Itu jug menambah kekurangan gizi yang menurunkan ketahanan tubuh serta berkontribusi mereka jadi sakit," tukas Titu. Laili