Jakarta Jadi Magnet Preman, Ada Apa?

By nova.id, Selasa, 24 September 2013 | 05:46 WIB
Jakarta Jadi Magnet Preman Ada Apa (nova.id)

Jakarta Jadi Magnet Preman Ada Apa (nova.id)

"Ilustrasi "

Diakui banyak pihak serta banyaknya fakta pemberitaan mengenai premanisme di ibukota, seolah makin menegaskan betapa Jakarta masih sangat seksi  dan menarik bagi keberadaan kelompok-kelompok preman. Ya. Diakui atau tidak, Jakarta memang magnet yang luar biasa bagi para pendatang. Kegiatan ekonomi yang banyak berpusat di Jakarta membuat banyaknya orang dari luar ibu kota berpindah dan mengadu nasib di Jakarta.

 Beberapa suku maupun etnis tertentu juga akhirnya mengundang saudara atau membawa keluarga kendati tak memiliki keterampilan yang cukup untuk mengadu nasib di Jakarta. "Mereka ini bekerja di sektor informal sampai menjadi preman," ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto, saat mengulas soal preman di Jakarta, khususnya berkaitan dengan kasus penyekapan pedagang kopi di Kebun Jeruk beberapa waktu lalu.

Selain karena seksi dan menariknya ibukota, faktor lain seperti daerah penyangga yang kurang  terdorong secara tingkat kehidupan membuat berkembangnya beberapa tindak kekerasan. "Dalam skala yang paling sering, terjadi pemerasan, intimidasi, pengeroyokan, sampai tahap terorganisasi seperti penyekapan di Kebon Jeruk dan Hayam Wuruk," ungkap Rikwanto mengingatkan kembali beberapa kejadian pekan lalu.

Melihat beberapa kejadian di wilayahnya, Kapolda Metro Jaya, Irjend Pol Putut Eko Bayuseno telah menginstruksikan patroli selalu khususnya wilayah yang pernah terjadi tindak pidana premanisme. "Kita berurusan dengan preman sudah lama tapi kita refresh kembali agar lebih cepat geraknya," ungkap Rikwanto lagi.

Dan, semakin banyaknya pendatang kelompok usia produktif tanpa keterampilan ini, membuat mereka menghidupi diri dengan memanfaatkan dominasi kelompok terhadap suatu wilayah. "Mereka kalau kurang akan mengintimidasi seperti supir angkot, pedagang, pejalan kaki, sampai rutin dan akhirnya memiliki pengawas sampa God Father," pungkas Rikwanto.

Laili