Suwarno menambahkan, agar sepedanya menarik, ia mengecat sepedanya dengan warna terang. Misalnya saja biru muda dan merah muda. Agar pengunjung serasa dalam suasana kota tua, "Kami juga melengkapi dengan topi model zaman dahulu, dan topi untuk noni-noni Jakarta," lanjutnya.
Dikisahkan Suwarno, ia termasuk anggota onthel tertua. Awalnya di tahun 70-an, Suwarno yang tak tamat SD, mengadu nasib ke Jakarta. Ia meninggalkan Kebumen, kota kelahirannya dengan harapan hidup lebih baik. "Ternyata, enggak gampang cari pekerjaan. Setelah muter-muter, saya memutuskan ojek sepeda di kawasan kota tua. Semula, saya benar-benar ngojek sepeda. Saya masih ingat dari lokasi taman sampai ke Pasar Ikan, ongkos ojek hanya Rp 500. Waktu itu, yang ngojek sepeda masih belum banyak. Rasanya, saya termasuk generasi pengojek yang paling senior," ujar Suwarno yang setia melakoni profesinya karena tidak ada pilihan lain.
Suatu saat di tahun 2007 ketika menunggu penumpang, lanjut Suwarno, ia didatangi fotografer yang tengah melakukan pemotretan untuk pra wedding. "Ia pinjam sepeda untuk kepentingan pemotretan. Calon pengantin itu foto-foto naik sepeda dengan latar bangunan-bangunan tua. Sebenarnya saya enggak pasang tarif, tapi fotografer itu memberi uang Rp 25 ribu."
Bermula dari sinilah Suwarno terinspirasi untuk "alih profesi" Ia tidak jadi pengojek tapi menawarkan jasa penyewaan sepeda. Kebetulan, wisata kota tua sudah makin diminati. Ia pun mempercantik sepedanya. Ternyata, hasilnya lumayan. "Belakangan, makin banyak yang menyewakan sepeda. Malah ada juragan yang punya belasan sepeda. Wah, ini meresahkan pengonthel seperti saya. Dari situ, saya dan kawan-kawan membentuk Paguyuban Onthel Sepeda tahun 2008. Kami sepakat, agar pendapatan merata, masing-masing orang hanya boleh punya maksimal 3 sepeda. Bagi yang menolak, kami persilakan minggir," papar Suwarno.
Kini, jumlah anggotanya 38 orang. Ada yang hanya menyewakan sepeda dengan tarif Rp 20 ribu per setengah jam. "Ada juga teman yang merangkap jadi guide. Yaitu wisata ke Pelabuhan Sunda Kelapa, Museum Bahari, Menara Syah Bandar, Jembatan Kota Intan, dan Toko Merah. Tarif sekali jalan Rp 40 ribu. Tapi, kalau waktunya lama karena harus foto-foto, tarifnya lebih besar sesuai kesepakatan."
Bapak 6 anak ini mengaku dapat penghasilan besar di kala libur atau Sabtu dan Minggu. Ia bisa mengantongi uang Rp 200 - 300 ribu per hari. "Tapi, kalau hari biasa ya sepi. Maklum, namanya saja tempat wisata," papar Suwarno yang jam kerjanya dari pagi sampai maksimal pukul 18.00.
Tentang rencana Pemprov DKI yang ingin mempercantik kawasan kota tua, Suwarno menyambut gembira. Ia berharap, kalau kebijakan itu berjalan, "Mudah-mudahan kawasan ini makin tertata dan makin ramai. Tentu saya berharap, makin banyak orang yang menyewa sepeda untuk keliling melihat kota tua. Moga penghasilan saya dan teman-teman bisa bertambah," ujarnya seraya tersenyum.
Henry