Kisah Sampek Engtay Tak Lekang Masa

By nova.id, Minggu, 24 Maret 2013 | 09:54 WIB
Kisah Sampek Engtay Tak Lekang Masa (nova.id)

Kisah Sampek Engtay Tak Lekang Masa (nova.id)

""

Kelompok teater paling produktif Teater Koma baru saja memanggungkan kembali lakon Sampek Engtay di Gedung Kesenian Jakarta, 13-23 Maret lalu. Lakon ini terbilang favoritnya Koma. Betapa tidak, Sampek Engtay pertama kali dimainkan Koma 25 tahun lalu.Hingga pentas kemarin, Teater Koma sudah memainkannya lebih dari 80 kali dengan disaksikan puluhan ribu penonton. Selama 25 tahun, tidak hanya  Teater Koma yang mengalami regenerasi pemain, penontonnya pun juga terus berganti. 

Kisah Sampek Engtay tak lekang oleh masa. Kisah cinta sejati seperti Sampek Engtay memang tumbuh di berbagai tempat dan negara. Masyarakat Barat, misalnya, mengenal kisah legendaris semacam Romeo-Juliet karya William Shakespeare. Di Tanah Air pun banyak tumbuh kisah sejenis. Antara lain dari tanah jawa tumbuh tenar lakon Rara Mendut-Pranacitra, di Bali ada Jayaprana-Layonsari, dan dari Jawa Timur ada kisah Panji Asmarabangun-Dewi Candrakirana.

Uniknya, di Indonesia, kisah Sampek Engtay justru lebih populer ketimbang kisah cinta sejati dari negeri sendiri. Kisah Sampek Engtay (yang dalam bahasa Mandarin adalah Liang Shanbo dan Zhu Yingtai) ini ditulis oleh pujangga Tiongkok bernama Zhang Du yang hidup di masa Dinasti Tang lebih dari 1600 tahun yang lalu. Di negeri asalnya, kisah ini termasuk yang paling berpengaruh pada kesenian. 

Bukan sekadar kisah cinta, Zhang Du menuliskan kisah ini sebagai dobrakan tatanan sosial yang kaku. Sebagaimana diketahui, Sampek-Engtay mengisahkan Engtay seorang gadis yang berpikiran maju. Demi mengejar pendidikan, ia menyamar menjadi lelaki. Ketika ia menempuh pendidikan inilah ia bertemu Sampek, pria dari keluarga miskin. Pada akhirnya, mereka saling mencintai, tapi kasih mereka tak sampai.

Mnurut Jakob Sumardjo kisah cinta sejati ini masuk ke Indonesia dan awalnya tersebar secara lisan di lingkungan kaum China peranakan di Indonesia. Kemudian, dituliskan dalam bahasa Melayu rendah di Indonesia tahun 1885 dalam Tjerita Dahoeloe Kala di Negeri Tjina Terpoengoet dari Boekoe Mendjadikan Tjina San Pik Ing Taij.

Sejak itulah, kisah Sampek-Engtay menyebar dan populer di Indonesia. Sampek-Engtay muncul dalam berbagai bentuk kesenian. Novel klasiknya ditulis oleh Oey Kim Tiang alias OKT (lahir 1903 dan meninggal 1995), penerjemah kenamaan yang sangat produktif.  Tahun 1931 Sampek Engtay juga difilmkan dengan sutradara The Teng Chun yang sekaligus juga menjadi produser dan penulis skenario. 

Kisah ini juga pernah muncul di sandiwara radio. Bahkan, lakon ini kerap muncul dalam panggung teater tradisi ketoprak. Tak terbilang lagi berapa banyak naskah ini dipanggungkan. Mulai dari kisah serius sampai dagelan. Dalam format dagelan, Sampek Engtay pernah dipentaskan kelompok Ketoprak Plesetan yang digagas oleh Bondan Nusantara. Pentas di tahun 90-an ini menggegerkan panggungpertunjukan. Pelawak kondang berbahasa Jawa Basiyopun pernah membuat rekaman album kaset lawak berjudul Sampek Engtay. 

Sampai sekarang pun Sampek-Engtay masih terus dipentaskan. Sebelum Teater Koma, Februari silam di Yogyakarta, lakon ini dipentaskan dalam format ketoprak. Saat itu, sebagian pendukung pentas berasal ari beragam profesi. Antara lain mantan walikota Jogja Herry Zudianto, pengusaha emas, dan beberapa artis.

Tampaknya, Sampek-Engtay memang tak lekang masa.

Henry