"Soal ini kadang suka dibesar-besarkan media. Setiap hari kita memang pasti menemukan darah yang tercemar. Nah, berkat uji saringlah diketahui mana darah yang tercemar dan tidak bisa ditransfusikan. Darah yang tercemar itu lalu kami musnahkan," kata Yuyun.Tugas dari UTD adalah skrining darah, bukan skrining pendonor. "Kami tidak memilah orang mana yang boleh atau tidak mendonorkan darahnya, tapi memilah darah mana yang bisa dipakai atau tidak."
Dengan koridor seperti ini, ketika UTD menemukan darah yang terinfeksi virus, mereka akan melakukan pemeriksaan ulang. "Setelah yakin tercemar, kami akan memberitahukan kepada pendonor bahwa darahnya tidak dapat digunakan karena kemungkinan terinfeksi dan untuk memastikan kami akan memberikan rujukan ke RS. Jika memang terinfeksi biar mereka yang memberitahukan," terang Yuyun.
Yuyun menjelaskan, ujung tombak keamanan darah adalah seleksi donor. Selama ini PMI sangat ketat dalam menyeleksi siapa yang bisa mendonorkan darah. Untuk kelompok yang berisiko tinggi darahnya tercemar, misalnya, tidak akan diijinkan mendonorkan darahnya. "Dulu sekali di tahun 90-an kami masih mengambil darah dari para narapidana. Nah, sekarang tidak lagi karena penghuni LP berdasarkan data, meski tidak semuanya, adalah pengguna narkoba."
Dengan prosedur dan proses yang ketat ini, maka dipastikan darah yang diterima penerima donor berkualitas baik.
Ester Sondang