Bisa dibilang, pada 2007 pembuat tas natural masih tergolong jarang. Kalaupun ada, kebanyakan desainnya masih menjiplak dari tas merek terkenal kemudian diganti bahannya saja. "Awalnya saya bikin aksesori kalung. Karena banyak pesanan, saya harus cari tukang di Jogja, dekat rumah orangtua. Eh, ternyata malah dapat tukang tas," kata Emma Tertiana, pemilik label tas batik Tertya.
Sebagai penyuka tas natural, Emma tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia pun pesan tas kepada si tukang tadi. "Ternyata banyak kendalanya. Kebetulan saya dapat tukang yang tidak bisa berkomitmen pada janji. Soalnya, dia diam-diam menjual tas saya ke orang lain."
Sampai harus tiga kali pindah tukang, Emma akhirnya memutuskan mencari tukang sendiri agar lebih bebas bekerja. "Saat ini saya sudah punya delapan tukang di workshop saya, di rumah orangtua di Jogja. Sementara showroom-nya ada di rumah saya di Jakarta, dan di salah satu mal di Jakarta."