Tak hanya teknologi pompa yang canggih, mesin penyaringan sampahnya pun sudah otomatis. "Sebelum air disedot, sampah disaring dulu. Mesin ini buatan Jerman dan sangat membantu mengambil sampah-sampah ukuran kecil. Setelah diangkat ke atas, sampah dibawa dan ditumpuk di samping gedung. Sementara balok kayu, kasur, meja, kursi, lemari, dan lainnya harus diangkat manual," jelas Lilik yang mengaku kerap mendapat bergunung-gunung sampah setiap kali banjir.
Hari-hari belakangan ini, ayah satu anak beserta tujuh temannya harus selalu siaga. "Sebenarnya tugas kami 24 jam lalu libur 24 jam. Tapi berhubung saya juga tinggal di rumah dinas, mau tak mau ikut repot saat hujan tiba, meski sebenarnya sedang dapat jatah libur." Tak hanya itu, cuaca yang cepat berubah membuat Lilik dan teman-temannya tak berani pergi jauh-jauh dari tempat kerjanya.
Ya, pekerjaan LIlik dan rekannya memang sangat vital. Telat sedikit saja memompa air, akibatnya sangat fatal, kawasan-kawasan vital di Jakarta bisa terendam. "Saat hujan pekan lalu sebenarnya kami sudah ketar-ketir karena ketinggian air mencampai bibir sungai, 210 cm. Ini sudah angka tertinggi," kata Lilik seraya mengatakan ramalam BMG masih ada hujan yang lebih lebat lagi di pekan depan.
Banjir di Jakarta makin hari makin parah, kata Lilik, karena permukaan tanah tiap tahun menurun. "Makanya ada beberapa tempat yang dulu tak kebanjiran sekarang kebanjiran. Ini bukan karena volume air besar, tapi permukaan tanah yang turun," tambah Lilik yang minta warga Jakarta menyadari kondisi Jakarta yang memang rawan banjir. "Makanya Belanda membangun kanal-kanal untuk pengendalian banjir di Jakarta."
Edwin Yusman F, Sukrisna