Suka Duka Penjaga Pintu Air DKI Jakarta (2)

By nova.id, Jumat, 18 Januari 2013 | 05:40 WIB
Suka Duka Penjaga Pintu Air DKI Jakarta 2 (nova.id)

Suka Duka Penjaga Pintu Air DKI Jakarta 2 (nova.id)
Suka Duka Penjaga Pintu Air DKI Jakarta 2 (nova.id)

"Lilik menunjukkan mesin buatan Jerman untuk menyaring sampah secara otomatis. (Foto: Ahmad Fadilah/NOVA) "

Mesin Otomatis

Selain pintu air, tempat yang paling vital mengendalikan banjir di Jakarta adalah pompa air. Salah satu pompa air yang dikelola Departeman Pekerjaan Umum ada di Cideng, Jakarta Pusat. Pompa ini sebagai penyelamat sejumlah wilayah vital di DKI Jakarta, seperti Sudirman, Thamrin, Menteng, seputaran Monas, hingga Istana Negara dari genangan air saat hujan mengguyur Jakarta.

Air hujan dari kawasan itu sebagian berkumpul di Waduk Melati, sebagian lagi mengalir ke Kali Cideng. "Air yang mengalir ke Kali Cideng ini sebagian dipompa ke Sungai Ciliwung," kata Lilik Budi Santoso, operator pompa di Cideng. Ada 10 pompa yang sidah disiapkan. Enam pompa per detik masing-masing bisa menyedot 6,7 kubik air. Sementara empat pompa, masing-masing 2 kubik per detik.

Lantaran posisi pompa lebih rendah dari Sungai Ciliwung, proses pembuangan air itu lewat teori bejana berhubungan. "Air dialirkan lewat tekanan dari atas. Ini dibuat orang Jepang," tandas pria kelahiran Semarang. Ada beberapa bak penampungan berukuran besar yang terletak di belakang gedung pompa air itu.

Tak hanya teknologi pompa yang canggih, mesin penyaringan sampahnya pun sudah otomatis. "Sebelum air disedot, sampah disaring dulu. Mesin ini buatan Jerman dan sangat membantu mengambil sampah-sampah ukuran kecil. Setelah diangkat ke atas, sampah dibawa dan ditumpuk di samping gedung. Sementara balok kayu, kasur, meja, kursi, lemari, dan lainnya harus diangkat manual," jelas Lilik yang mengaku kerap mendapat bergunung-gunung sampah setiap kali banjir.

Hari-hari belakangan ini, ayah satu anak beserta tujuh temannya harus selalu siaga. "Sebenarnya tugas kami 24 jam lalu libur 24 jam. Tapi berhubung saya juga tinggal di rumah dinas, mau tak mau ikut repot saat hujan tiba, meski sebenarnya sedang dapat jatah libur." Tak hanya itu, cuaca yang cepat berubah membuat Lilik dan teman-temannya tak berani pergi jauh-jauh dari tempat kerjanya.

Ya, pekerjaan LIlik dan rekannya memang sangat vital. Telat sedikit saja memompa air, akibatnya sangat fatal, kawasan-kawasan vital di Jakarta bisa terendam. "Saat hujan pekan lalu sebenarnya kami sudah ketar-ketir karena ketinggian air mencampai bibir sungai, 210 cm. Ini sudah angka tertinggi," kata Lilik seraya mengatakan ramalam BMG masih ada hujan yang lebih lebat lagi di pekan depan.

Banjir di Jakarta makin hari makin parah, kata Lilik, karena permukaan tanah tiap tahun menurun. "Makanya ada beberapa tempat yang dulu tak kebanjiran sekarang kebanjiran. Ini bukan karena volume air besar, tapi permukaan tanah yang turun," tambah Lilik yang minta warga Jakarta menyadari kondisi Jakarta yang memang rawan banjir. "Makanya Belanda membangun kanal-kanal untuk pengendalian banjir di Jakarta."

Edwin Yusman F, Sukrisna