Kasus Pemerasan dan Perselingkuhan, Polisi Bantah Penangkapan Tanpa Prosedur

By nova.id, Rabu, 12 Desember 2012 | 01:18 WIB
Kasus Pemerasan dan Perselingkuhan Polisi Bantah Penangkapan Tanpa Prosedur (nova.id)

Kasus Pemerasan dan Perselingkuhan Polisi Bantah Penangkapan Tanpa Prosedur (nova.id)

"Helmy Santika (Foto: Laili) "

Kasus laporan wanita bernama IN yang mempertanyakan prosedur  polisi dalam penangkapan FA, suaminya, di sebuah mal di kawasan Senayan, Jakarta akhirnya mendapat penjelasan.  Menurut penjelasan Kasat Jatanras Polda Metro Jaya, AKBP Helmy Santika, penangkapan maupun penyidikan telah dilakukan tanpa kesalahan prosedur.

Helmy menyayangkan sikap IN yang balik melaporkan polisi tanpa melihat hal yang sebenarnya. Demi meluruskan, Helmy menjelaskan, pada tanggal 15 Oktober 2012, polisi memang menangkap FA karena telah menodongkan senjata.

"Penyidik (di Polda Metro)  menangani  kasus  pemerasan F tidak menghalangi permintaan kuasa hukum. Kalau memang diminta untuk menyerahkan salinan berkas perkara memang harus menunggu perkara selesai P21," ungkap Helmy meluruskan.

Kebetulan berkas perkara FA baru selesai dan dilimpahkan ke kejaksaan per tanggal 20 November 2012 lalu.

"Kalau soal mengapa petugas tidak mengenakan seragam, itu memang  masalah teknis lapangan," ungkap Helmy lagi.

Masih menurut Helmy, kuasa hukum FA memang pernah meminta salinan berkas dan petugas telah menjelaskan akan diberikan kepada kuasa hukum maupun tersangka sesuai KUHAP. "Jadi ini sudah disampaikan kepada kuasa hukum F," tandas Helmy sembari menjelaskan jika berkas juga telah diterima kuasa hukum F pada tanggal 6 Desember 2012.

Polisi membantah tuduhan tidak prosedural dan tidak kooperatif terhadap kasus yang diadukan IN, istri FA.

Kasus bermula ketika IN yang sempat dinyatakan tidak diterima bank swasta nasional ditelepon oleh kepala cabang (BP) bank tersebut secara personal.  Terlapor menawarkan IN dapat diterima sebagai tenaga lepas di tempatnya. "Merasa butuh pekerjaan, klien kami terima tawaran itu dengan polosnya," tandas Frederich.

Semenjak itu, BP kerap memanggil IN ke ruangan dan meminta melayaninya. BP kerap memaksa namun untuk tidak sampai terjadi hubungan badan. Sikap BP ini membuat IN kerap menjadi buah bibir di lingkungan pekerjaan. Hingga suatu kali IN terpaksa mundur dari pekerjaan karena merasa tertekan. "Klien kami hanya bekerja 3 bulan di BRI Balaraha, Tangerang. Jadi dari 13 Desember 2010 hingga 29 Februari 2011," ujar Frederich Yunadi, kuasa hukum IN.

Setelah IN keluar dari pekerjaan pun, BP masih kerap menghubunginya. Kebetulan IN sedang membutuhkan uang untuk menambal kebutuhan rumah tangganya bersama FA dan BP menawarkan sebuah pekerjaan. Terjadilah pertemuan di sebuah hotel di BSD Serpong pada tanggal 4 Oktober 2012. Saat mengobrol di kamar, BP mencoba melakukan pelecehan seksual terhadap IN. Ternyata, keberadaan IN di hotel tersebut diketahui suaminya, FA. Sang suami kemudian menggerebek mereka dan BP memohon agar masalah tidak diperpanjang. BP juga menawarkan ganti rugi sebesar 200 juta rupiah yang akan dibayar bertahap.

Menurut Frederich, dalam pertemuan FA dan BP di mal kawasan Senayan tanggal 15 Oktober 2012, BP membawa sejumlah orang yang mengaku anggota serse Polda Metro Jaya. IN kemudian menemukan FA sudah diborgol  dalam mobil tanpa surat tugas dan identitas.

Laili