Setelah masalah bergulir jadi begini, saya berharap bisa cepat selesai. Saya ingin kembali bersama anak-anak. Biar saya tak punya harta, tapi lebih tenang jika bisa berkumpul bersama keluarga. Selama ditahan, terpaksa anak-anak saya titipkan ke keluarga kakak saya, Neti. Entahlah dengan apa saya membalas kebaikan mereka.
Bagi saya, anak adalah harta paling berharga. Bukan uang. Toh, saya pernah merasakan kaya. Dulu, saya punya usaha agrobisnis di Panjalu, Ciamis, Jawa Barat. Omset usaha bahkan mencapai miliaran rupiah. Saya buka lahan perkebunan cabai yang dikelola petani di sana. Namun suatu ketika, dalam hitungan hari harta itu pun ludes gara-gara cabai terserang hama. Selanjutnya, saya merantau ke Cilegon tanpa modal apa-apa. Sayang, ketika usaha baru kami mulai jalan, tiba-tiba kehamilan kedua saya bermasalah dan membuat semua proyek berantakan.
Selain menjadi pemasok, saya juga sedang menangani proyek pembuatan site plan usaha pemancingan, restoran, dan arena permainan air waterboom. Tak tahu bagaimana nasib proyek itu sekarang. Padahal nilainya cukup besar. Tapi, ya, mau diapakan lagi. Jika memang rezeki, tak akan lari.
Selain mendapat dukungan keluarga, saya agak tenang karena banyak relasi dan teman kerja yang memberi dukungan penuh buat saya. Mereka amat menyayangkan, kenapa masalah ini jadi begini. Mereka yakin, saya tak akan lari dari tanggung jawab. Andai saya punya uang, pasti akan segera saya lunasi utang ke Pak Latief. Toh, kalaupun saya mati, utang tetap harus diselesaikan, bukan?
Lanjut Gugat Perdata
Pada sidang perdana, Selasa (27/11) itu, Nan didakwa melakukan penipuan dan penggelapan oleh Jaksa Mulyana. Atas perbuatan ini, Nan teracam hukuman empat tahun penjara. Pengacara Nan, Rachmatullah Roeslan, menilai, perbuatan Nan masuk wilayah perdata. Itu sebabnya Edo, begitu Rachmatullah kerap disapa, minta Ketua Majelis Hakim Titi Maria untuk membebaskan kliennya.
Sementara pengacara Reno Yanuar, Tubagus Amri, bersikeras, yang dilakukan Nan adalah pidana murni. "Tapi oleh pihak-pihak tertentu, masalah ini dilarikan ke soal politik, kemanusiaan, perdata, dan sebagainya. Seolah-olah penyidik tidak berperikemanusiaan saat memproses masalah ini. Padahal kasusnya sudah jelas, dia melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan. Ada yang salah saat polisi memproses tindak pidana?" ujar Amri.
Apalagi, kata Amri, sebelum pihaknya melaporkan masalah ini ke polisi, ia sudah berkali-kali mengajak Nan berunding untuk menyelesaikan masalahnya. "Tapi dia tak punya niat baik. Nah, ketika kami memilih jalur hukum, ya, biarkan proses ini berjalan sesuai hukum. Jangan dicampuri oleh opini publik."
Jadi, lanjut Amri, masalah Nani bukan sekonyong-konyong muncul. Ada proses negosiasi sebelumnya. Ketika Nan dua kali ingkar janji saat harus menyerahkan sertifikat rumah Latief, pihak Reno akhirnya memilih jalur hukum. "Setelah masalah pidana selesai, kami akan melanjutkan ke gugatan perdata."
Sukrisna