Setiap bulan, anak baru gede (ABG) itu dipaksa melayani hasrat seksual 5-6 pria hidung belang. Ironisnya, yang harus dilayani EH kebanyakan adalah teman-teman ayahnya sesama tukang ojek. Informasi lainnya, anak tunggal itu dijual kepada para penghuni tempat kos. Bayarannya Rp 300.000-Rp 400.000 sekali kencan.
Namun, bukan EH yang menerima uang itu, melainkan sang ayah. Sayangnya, uang hasil menjual putrinya yang masih belia itu malah dipakai S berfoya-foya untuk membeli minuman keras dan bermabuk-mabukan.
Tak tahan dengan derita yang dialaminya, EH nekat melarikan diri dari rumah kontrakan ayahnya di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa (13/11) lalu. Ia pergi ke Terminal Kalideres. Seorang anggota bantuan polisi (banpol) kemudian mengantarnya ke kantor stasiun televisi Indosiar.
Pada Rabu (14/11), EH dibawa ke kantor Komnas Perlindungan Anak (PA) di Pasarrebo, Jakarta Timur. Menurut Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait, EH mengalami ketakutan dan trauma yang teramat dalam.
"Dia terus-menerus berurai air mata, jelas ada kesedihan di hatinya. Maka, setelah kami kumpulkan kesaksian dari korban, kami melakukan emergency response selama seminggu dengan bantuan tenaga-tenaga psikolog dari Kementerian Sosial," kata Arist ketika dihubungi Kamis (15/11) malam.
Menurut Arist, gadis belia itu ini ditempatkan di lokasi yang aman. "Kami dari Komnas PA sudah berkoordinasi dengan Polrestro Jakarta Barat untuk menindaklanjuti. Tetapi berikanlah kami waktu seminggu untuk melakukan terapi kepada EH agar kembali seperti semula dan bisa dimintai keterangan selanjutnya," ujarnya.
Dipukuli ayahnya
Berdasarkan keterangan EH, Arist menuturkan bahwa semua ini bermula ketika ibunda EH meninggal tahun 2007. Saat itu, keluarga tersebut tinggal di Solo, Jawa Tengah. Sang ibu meninggal dalam kecelakaan saat naik bus dari Gunung Kidul, Di Yogyakarta menuju Boyolali, Jawa Tengah. Ketika ibunya meninggal, EH baru berusia 7 tahun dan duduk di bangku kelas 2 SD.
Sepeninggal istrinya, S merasa kehidupannya semakin sulit. Akhirnya pada Juli 2012 ia memutuskan merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib. Ia membawa serta putrinya EH ke Ibu Kota. Kepada keluarganya di kampung, S berjanji akan menyekolahkan putri semata wayangnya di Jakarta.
Ternyata, di Jakarta, S cuma menjadi pengangguran. Paling-paling sesekali ia jadi tukang ojek. Ekonominya tentu saja morat-marit. Akhirnya, sejak 4 bulan lalu, ia melakukan sesuatu tindakan yang sulit diterima akal sehat. Ia menjual putri tunggalnya EH ke para lelaki hidung belang. Ya, ia memaksa darah dagingnya sendiri untuk menjadi PSK.
"Menurut pengakuan korban, sudah empat bulan ini dia dipekerjakan oleh ayahnya melayani kebutuhan biologis pria dewasa. Setiap pukul 9 malam, EH dibawa oleh S dari ke satu tempat kos ke tempat kos lainnya," kata Arist.
S sendiri yang menawarkan anaknya ke para lelaki hidung belang di tempat kos. Informasi lainnya, S menawarkan anaknya ke teman-temannya sesama tukang ojek dengan tarif Rp 300.000-Rp 400.000.
"Berdasarkan penuturan korban, anak itu tidak menerima uang tersebut. Namun, ia melihat ayahnya yang langsung menerima uangnya. Kemudian uang itu digunakan ayahnya untuk membeli minuman keras," kata Arist.
Lantaran terus-menerus diperlakukan seperti itu, EH mencoba melawan ayahnya. Apa yang terjadi? Lantaran menolak menuruti perintah S, EH pun ditampar dan dipukuli ayahnya yang kejam itu.
Berhasil kabur
Sampai akhirnya, ketika ada kesempatan untuk melarikan diri, EH langsung kabur dari rumahnya dan berhasil. Ia menuju ke Terminal Kalideres. Di terminal itu, EH bertanya kepada anggota polisi yang ada di pospol, di mana ada tempat yayasan atau panti anak.
Oleh seorang anggota Banpol, EH akhirnya diantar ke kantor stasiun televisi Indosiar. Di sana EH ditemui oleh beberapa kru. Di situlah EH menceritakan pengalaman pahitnya dan dia ingin mencari tempat berlindung.
"Akhirnya awak kru televisi tersebut menghubungi Komnas PA. Kemarin, EH baru bisa dibawa ke Komnas PA. Kemudian dari situ, kami langsung mengambil langkah-langkah, terutama memulihkan dulu kondisi kejiwaan korban. Karena pada saat datang ke Komnas PA, bocah itu tampak stres berat," papar Arist.
Saat ini, EH berada di rumah aman untuk menjalani pemulihan psikisnya dan menenangkan diri. Petugas Polrestro Jakarta Barat sudah datang ke Komnas PA untuk melakukan koordinasi mengungkap takbir kelam yang dialami EH. "Saya tidak tahu apakah kepolisian sudah berhasil menemukan ayah korban dan memintai keterangannya. Mudah-mudahan sudah sehingga bisa diketahui bagaimana kejadian yang sebenarnya," kata Aris.
Jika nanti dari hasil penyelidikan S terbukti melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak, maka yang bersangkutan bisa dijerat Pasal 81 Undang Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002. Ancamannya 15 tahun penjara.
Kejar pelaku
Kapolrestro Jakarta Barat Komisaris Besar Suntana, Kamis (15/11), membenarkan adanya pelaporan kasus yang menimpa EH. "Anak itu awalnya datang ke Pos Polisi Kalideres bersama seorang ibu. Kepada petugas di sana, mereka mengaku mau mencari tempat penampungan. Alasannya karena anak itu tidak punya tempat tinggal," kata Suntana.
Karena EH dan ibu tersebut melapor untuk mencari lokasi penampungan anak, maka dirujuk ke salah satu stasiun televisi di Jakarta Barat. "Karena banyak acara kegiatan sosial di stasiun televisi tersebut, makanya dirujuk ke sana. Waktu itu keduanya sama sekali tidak melapor ke kami perihal kasus tersebut, makanya kami nggak menangani," kata Suntana.
Dari stasiun televisi tersebut, EH kemudian dirujuk ke Komnas PA. "Di Komnas PA anak itu diperiksa. Akhirnya EH mengaku selama empat bulan terakhir dijual oleh ayahnya sendiri untuk menjadi PSK," ujar Suntana.
Suntana mengaku, ia baru mengetahui adanya kasus tersebut setelah dihubungi Komnas PA, Rabu (14/11). "Komnas PA yang menghubungi kita," ujarnya.
Kini polisi tengah berkoordinasi dengan Komnas PA untuk mengejar pria penjual anak kandungnya tersebut. "Si ayah itu sampai sekarang masih dalam pengejaran. Kami masih terus menyelidiki kasus ini," katanya.
.
.
Wartakota