Sejak Reza tak sadarkan diri, polisi memang terkesan berusaha menutup-nutupi penyebab kecelakaan itu. Saya dan suami jelas geram, kenapa mereka menutup-nutupi kebrutalan pelakunya. Seolah mereka tak punya keluarga saja. Cobalah pakai hati nurani dalam melihat peristiwa ini. Bagaimana bila posisinya di balik, anak-anak mereka lah yang diperlakukan seperti Reza? Tentu saja mereka akan langsung menyiduk pelakunya, bukan?
Selama Reza tak sadarkan diri pula saya terus mendampinginya seraya membacakan firman Tuhan. Saya memohon kepada Tuhan agar dikuatkan. Saya berharap Reza lekas sembuh. Namun hingga Sabtu (3/11) pekan berikutnya, saya lihat bola mata Reza sudah berada di atas. Jalan darah di kakinya pun sudah terhenti.
Suster yang mendampingi meminta saya mengikhlaskan Reza dan tak dendam kepada pelakunya. Dia bilang, kasihan Reza kesakitan. Saran itu saya renungkan. Pikir saya, daripada "menyiksa" Reza dengan harapan minta disembuhkan, lebih baik saya tak menghadapi raganya. Lebih baik ia ikut Tuhan.
Lalu saya bisikkan ke telinga Reza, kami ikhlas, tak dendam kepada pelakunya, dan meminta keikhlasan Reza juga. Seketika Reza menitikkan air mata yang mengalir ke pipinya. Tak berapa lama, Reza pun pergi untuk selamanya. Garis grafik yang tertera pada mesin pembantu pernapasannya pun tampak lurus. Tanda tak ada lagi kehidupan dalam jasad Reza. Reza sudah ikut Tuhan.
Setelah Reza meninggal, polisi meminta jenazah Reza diotopsi untuk membuktikan penyebab kematiannya. Jawaban saya, tidak! Sampai kapan pun saya tak akan mengizinkan. Saya yakin, meski diotopsi, pelakunya tetap akan memungkiri. Polisi tetap akan menutup-nutupi ulah anggotanya.
Muncul Tersangka
Bisa jadi karena polisi terus menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya, pemberitaan di media pun kian meluas. Masyarakat ikut gemas. Teman, kerabat, dan orang yang sebelumnya tak kami kenal berturut-turut menjenguk Reza. Bahkan Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi dan GKR Hemas pun ikut membezuk, memberi doa serta dukungan untuk menguatkan kami. Semua dukungan itu tentu tak saya duga sebelumnya.
Selanjutnya, secercah harapan datang ketika anggota Polda DI Yogyakarta datang ke rumah. Mereka banyak bertanya dan mengatakan akan memeriksa anggota Satlantas Gunungkidul yang diduga telah memukul Reza. Esoknya, ketika Polda DIY mengeluarkan pernyataan dan sudah menetapkan Bripka M sebagai tersangka pemukul Reza, saya tak terkejut lagi. Saya sudah tahu sejak awal, siapa yang meyebabkan Reza celaka.
Anehnya, sampai ditetapkan jadi tersangka, Bripka M tak mau mengakui kesalahannya. Karena itu saya dan suami bertekad menuntut Kapolri agar menindak tegas anggotanya yang bertugas di Satlantas Gunungkidul dan mengakui kesalahan anak buahnya.
Saya tak akan menuntut lebih dari itu. Saya tak dendam, tapi saya tak mau kenal pelakunya, bahkan tak rela dia datang ke rumah. Saya hanya mau dia datang ke makam Reza, minta maaf dan mendoakan arwah Reza. Si pelaku juga punya keluarga, toh? Lebih baik mengaku dan diadili sekarang oleh manusia, daripada kelak diadili Tuhan. Itulah sebenar-benarnya pengadilan.
Rini Sulistyati