Drama Keluarga di Ladang Tebu: Kakak di Pusara, Adik di Penjara (2)

By nova.id, Selasa, 13 November 2012 | 01:54 WIB
Drama Keluarga di Ladang Tebu Kakak di Pusara Adik di Penjara 2 (nova.id)

Drama Keluarga di Ladang Tebu Kakak di Pusara Adik di Penjara 2 (nova.id)

""Saya tak tahu bagaimana masa depan saya nanti,''tutur DW (baju merah) menyesali nasibnya. (Foto: Henry Ismono/NOVA) "

"Dia Tak Berniat Membunuh Kakaknya..."

Rumah sederhana milik orangtua Dw, pasangan Parmin (52) dan Kartiyah (49) di Dusun Semenan, Kecamatan Wates, Kediri, tampak begitu sepi. Hanya mereka berdua yang tinggal di rumah mungil itu. "Kami hanya punya dua anak. Kakaknya meninggal, adiknya masuk tahanan. Berat sekali bagi kami. Tapi ini sudah nasib. Kami berusaha semeleh (berserah) dan sabar," tutur Kartiyah dengan bahasa Jawa halus.

Sempat beberapa hari mereka goyah. Parmin tak menambal ban dan Kartiyah tak mencari rumput seperti biasanya. "Kami ingin menenangkan hati dulu. Nantilah, setelah 7 harian Sari, kami akan kembali kerja. Saya akan kembali nambal ban seperti biasa, juga merawat sapi milik orang," imbuh Parmin.

Kartiyah dan Parmin mendoakan yang terbaik untuk anak-anaknya. "Bagi Sari, mudah-mudahan dosa-dosanya diampuni. Jalannya dilapangkan Tuhan. Untuk Dw, semoga hukumannya tak terlalu berat. Anak saya memang salah, sudah selayaknya menerima hukuman. Tapi saya berharap, kami tidak dikait-kaitan dengan kasus ini. Kami enggak terlibat dan enggak tahu apa-apa," lanjut Kartiyah.

Perempuan lugu yang wajahnya tanpak lebih tua ketimbang usianya ini mengakui, ia memang menyuruh Dw mencari Sari. "Saya dan ayahnya sudah berpesan, enggak usah memaksa Sari. Saya tahu, Sari kan enggak begitu normal. Kalau Sari enggak mau pulang, saya minta Dw memberi tahu ayahnya. Biar nanti ayahnya yang jemput."

Kartiyah menyesalkan, "Rupanya Dw enggak sabaran. Dia kesal sama kakaknya. Ah, kenapa Dw tidak mematuhi pesan saya? Tapi semua ini sudah terjadi. Tak perlu disesali. Lelakoning uripku (lakon hidup saya) memang mesti seperti ini. Saya akan tetap menerima peran yang sudah digariskan Gusti Allah. Hidup mesti berjalan," tutur Kartiyah yang mendengar kabar ditemukannya jasad Sari dari aparat desa setempat.

"Kami mendengarnya usai Magrib. Saya dan suami segera ke kebun tebu, tempat ditemukannya mayat Sari. Sampai di sana, jasadnya belum diangkat. Saat ditunjukkan sandal dan celana jasad itu, saya yakin korbannya memang Sari. Sandal dan celana kecokelatan itulah yang dipakai Sari saat pergi. Tentu saya syok. Ketika jasad Sari diotopsi, saya hanya bisa diam di rumah pamong desa," katanya seraya menjelaskan jasad Sari dimakamkan di TPU desa setempat.

Kala itu, Kartiyah tak menduga, Sari jadi korban pembunuhan. Lebih tak percaya lagi, ternyata salah satu pelakunya Dw. "Komplet sudah lelakon hidup saya. Mudah-mudahan nanti berakhir baik. Saya hanya berharap, Dw tak dihukum berat. Saya yakin, dia sebenarnya tak berniat membunuh kakaknya. Saya anggap peristiwa ini kecelakaan dalam keluarga kami."

Dikisahkan Kartiyah, karena kurang normal, Sari hanya sanggup sekolah sampai kelas 4 SD. Itu sebabnya, ia tak terlalu banyak teman. "Tapi dia bisa kok bantu saya. Kadang dia menanak nasi, bantu saya membawakan rumput. Dia juga bisa diajak komunikasi. Hanya saja, dia suka main. Biasanya, sih, dekat rumah. Kadang nonton ketoprak. Tapi baru kali ini dia pergi sampai beberapa hari. Makanya kami sekeluarga bingung mencarinya. Takut ada kejadian apa-apa. Eh, benar saja ada kejadian."

Bagi Kartiyah. Dw pun bukan sosok anak nakal. "Nilai pelajarannya lumayan. Terbukti dia bisa diterima di SMP Negeri. "Sering dia bilang ingin membahagiakan orangtua. Ya, mudah-mudahan Dw bisa cepat pulang..."

Henry Ismono