Salah satu penjual TP yang tetap bertahan jualan tak hanya pada bulan puasa saja. Mereka adalah pasangan suami istri Marzuki Hasibuan dan boru Nasution. Ternyata sudah puluhan tahun mereka jualan di kawasan Jl Gereja itu. Sekarang mereka sudah menuruskan usaha ini ke generasi yang ke-tiga.
TP yang rasanya manis, enak dan segar ini dulu adanya di Panyabungan. Lalu, Marzuki dan boru Nasution meneruskan usaha ortu mereka dan hijrah ke Medan. Ternyata orang-orang tetap mencari TP ini. Tak jelas kenapa penganan yang satu ini dinamakan Toge Panyabungan.
" Sudah beberapa tahun belakangan ini saya yang disuruh orangtuauntuk mengelolahnya," ujar Khadijah, anak pertama dari tiga bersaudara ini sambil sibuk melayani pembeli. TP ini sebenarnya bukan campuran sayur toge, kolak atau es campur.
"Yang membedakannya dengan es campur, TP ini merupakan paduan cendol rasa tepung beras, lupis pulut putih atau pulut hitam, canil, bubur, pulut hitam, santan, cendol, tape dan gula," ujar Khadijah yang membanderol Rp 9 ribu/gelas atau bungkus.
Khusus bulan puasa ini TP Khadijah bisa ludes terjual 350 gelas atau bungkus. "Semua bahan-bahan TP kami buat sendiri alias Made in DW." Tak heran jika dari seluruh lapisan masyarakat Medan menyukai rasa TP ini. Buktinya, banyak orang-orang mesan TP untuk acara-acara ulang tahun, Resepsi Perkawinan, Pengajian, Arisan, kantor-kantor dan lain-lain yang bisa mesan hingga 500-1000 gelas.
Debbi Safinaz