Sunat Perempuan Kebijakan Diskriminatif?

By nova.id, Sabtu, 14 Juli 2012 | 04:22 WIB
Sunat Perempuan Kebijakan Diskriminatif (nova.id)

Sunat Perempuan Kebijakan Diskriminatif (nova.id)

"Ilustrasi "

Dalam dialog antara Pemerintah Indonesia dan Komite CEDAW (Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan) selama lebih 6 jam di Sidang Komite CEDAW,  disinggung mengenai  sikap tegas negara menjalankan tanggung jawab menjunjung tinggi  hak asasi manusia dan prinsip non-diskriminasi sebagaimana diamanatkan Konstitusi.

Acara yang berlangsung di New York tersebut memang ditujukan untuk merumuskan kebijakan pemerintah dalam mengimplementasi ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan tanpa reservasi. "Dan, akhir-akhir ini berdasarkan laporan Komnas Perempuan, jumlah kebijakan diskriminatif terhadap perempuan terus meningkat," ujar Desti Murdijana, wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).

CEDAW mendesak pemerintah Indonesia mengambil sikap tegas pada kebijakan diskriminatif. "Termasuk di dalam daftar kebijakan diskriminatif adalah Peraturan Menteri Kesehatan tentang Sunat Perempuan," ungkap Desti. Padahal, beberapa anggota Komite CEDAW  dari negara muslim seperti Afganistan, Mesir, dan Bangladesh, sudah memahami, sunat perempuan adalah praktik tradisi dan bukan praktik agama.

 "Kami harap pemerintah dapat membuat langkah yang lebih nyata dalam menyempurnakan kerangka kebijakan dan institusi.  Dan, menepati kerangka waktu dalam rencana aksi nasional untuk hak asasi manusia," ujar Desti.

CEDAW masih bersidang di New York dan menggodok hal-hal terkait hak perempuan di Indonesia. "Kesimpulan dan rekomendasi Komite akan diserahkan kepada pemerintah pada akhir bulan Juli ini," pungkas Desti.  Laili