Sukses Setelah Terjerumus ke Lembah Hitam

By nova.id, Senin, 9 Juli 2012 | 07:24 WIB
Sukses Setelah Terjerumus ke Lembah Hitam (nova.id)

Sukses Setelah Terjerumus ke Lembah Hitam (nova.id)

"Kaiman (Foto: Gandhi Wasono) "

Jalan hidup Kaiman (52) berliku dan penuh warna. Beragam pengalaman pernah dilakoni bapak dua orang anak yang tinggal di Desa Bulukandang, Kec. Prigen, Pasuruan (Jatim) ini.  Ia pernah jadi pekerja kasar, kenek, sopir, sampai bergulat di dunia hitam yang kerap melakukan tindak kriminal.  Tapi itu adalah bagian dari masa lalu. Kaiman kini menjadi pengusaha besar dari usaha budidaya jamur yang beromset ratusan juta setiap bulannya.

"Alhamdulillah  kehidupan saya sudah tidak seperti dulu lagi, bahkan sekarang bisa menarik puluhan teman-teman saya membantu menekuni usaha ini," kata lelaki berperawakan tinggi di rumahnya, Jumat (29/6). Kaiman menceritakan bahwa dia terlahir dari keluar yang sangat tidak mampu.  Sebagai anak sulung dari enam bersaudara dia bertanggungjawab membantu adik-adiknya mengingat kedua orangtuanya adalah seorang desa yang miskin. "Karena tekanan ekonomi itu saya hanya bisa sekolah sampai kelas 5 SD," kenangnya.

Untuk membantu orangtua, di usia 16 tahun ia ke Surabaya bekerja sebagai kenek truk. "Setahun kemudian saya sudah menjadi sopir  truk, jurusan Surabaya -  Bali yang saya jalani 14 tahun lamanya, kemudian saya lanjutkan sopir bis jurusan Surabaya - Yogjakarta selama 2 tahun lamanya," katanya.

LEMBAH HITAM  

Semua berubah ketika tahun 1999 terjadi krisis moneter. Dunia transportasi ikutan sepi sehingga penghasilannya sebagai sopir juga turun drastis bahkan sering tekor.  Di saat kesulitan mencari nafkah untuk istri dan anak yang masih bayi ia sampai terjerumus ke dunia hitam. 

"Saya jadi preman dan terlibat berbagai aksi kejahatan jalanan.  Mulai sebagai joki curanmor, rampok dan beragam kejahatan lain," kata Kaiman yang menjelaskan bahwa aksinya tersebut tidak diketahui keluarganya. Beruntung "baru" tiga tahun sebagai preman, dia segera tersadar bahwa pekerjaan yang dia lakoni harus segera diakhiri. "Saya tidak mau memberi makan anak dan istri saya dengan uang haram," dalihnya. Setelah keluar dari dunia hitam, tahun 2003 dia ke Bandung karena disana ia pernah melihat ada usaha budi daya jamur yang sepertinya bisa dikembangkan di desanya.  

Di kota kembang dia belajar pada seseorang bagaimana teknik membuat jamur dari awal sampai akhir. "Setelah bisa saya kemudian mencoba di rumah. Pada awalnya memang tidak mulus, sekitar 6 bulan saya baru bisa itupun masih belum sempurna betul," imbuhnya Kaiman yang jamur tiram dan kuping itu hasilnya di jual sendiri di pasar.  Saat itu ia kemudian bergabung menjadi anggota Pusat Pelatihan Kewirausahaan (PPK) Sampoerna. Ia sengaja ingin bergabung supaya mendapatkan pelatihan tambahan baik secara teknis pembuatan jamur agar lebih baik sekaligus teknik marketing. 

"Alhamdulillah, hasilnya positif. Usaha saya makin berkembang. Bahkan, tidak hanya menjual jamur saja tapi juga menjual bibitnya," papar Kaiman. Saat ini Bibit jamur hasil produksinya menjadi langganan dari pembeli di Bali sampai Kalimantan.  Saat ini, omset usahanya mencapai Rp 350 sampai Rp 400 juta per bulan.  "Kalau labanya kisaran antara 25 sampai 30 persen," imbuh Kaiman yang kini diantara 40 karyawannya sebagian diambil dari anak-anak yang berlatar belakang dunia hitam.  "Tapi, setelah bekerja disini mereka sudah kembali 'lurus' dan tak pernah melakukan kejahatan lagi," tambahnya.  

 Yang membanggakan, kemampuannya membudidaya jamur itu diketahui oleh pemerintah Timor Leste (TL), sehingga oleh pemerintah TL sudah setahun ini ia diminta mengajar warga disana. " Dalam sebulan seminggu saya di TL dan tiga minggu di rumah," ujar Kaiman yang pernah diundang oleh Xanana dan Ramos Horta di kantornya tersebut.

MUDAH DIDAPAT

Teknik pembuatan bibit jamur sebenarnya sangat murah dan bahannya mudah didapat.  Bahan untuk membuat bibit jamur itu berasal dari serbuk kayu, bekatul, tepung jagung, kalsium dan gula.  Bahan-bahan tersebut kemudian dimasukkan wadah polybag warna terang yang dibentuk mirip botol kemudian diseterilkan di sebuah ruang pemanas beberapa saat.  "Setelah itu baru serbuk tadi diberi bibit jamur di dalamnya," papar Kaiman kepada tabloidnova.com.

Setelah dimasukkan di dalam media, maka jamur tersebut akan berkembang dengan ditandai media yang asalnya berwarna coklat warna putih. Jika sudah satu bulan, jamur akan muncul di ujung wadah.  "Tiga hari setelah muncul, jamur tersebut baru bisa dipanen. Setelah dipanen seminggu kemudian akan muncul lagi.  Pokoknya sekitar lima kali panen, baru habis dan membuat media baru lagi," terang Kaiman sambil menjelaskan bahwa jamur tersebut dibuat untuk sayur atau makanan ringan.

Gandhi Wasono