Kisah Duka Pasangan Yohanis: Tak Ada Bian, Hidup Terasa Kosong (1)

By nova.id, Senin, 2 Juli 2012 | 04:03 WIB
Kisah Duka Pasangan Yohanis Tak Ada Bian Hidup Terasa Kosong 1 (nova.id)

Kisah Duka Pasangan Yohanis Tak Ada Bian Hidup Terasa Kosong 1 (nova.id)
Kisah Duka Pasangan Yohanis Tak Ada Bian Hidup Terasa Kosong 1 (nova.id)

"Mayor Yohanis (kanan) dan keluarga menghitung dana untuk upacara kematian orang-orang tekasihnya. (Foto: Moonstar Simanjuntak/NOVA) "

Ibarat Kristik

Akhirnya para sahabat Yohanis mengusahakan sebuah mess untuk istirahat. Saat-saat itulah, lanjut Dyah, ia merasakan beban yang berat. "Saat bersama, biasanya Bian selalu di tengah-tengah kami. Dia suka sekali mengelus-elus tangan saya, lalu bergantian pegang tangan papanya. Tapi sekarang dia enggak ada. Rasanya aneh sekali. Terasa begitu kosong. Saya sempat bertanya kepada Tuhan, bukan menggugat, mengapa peristiwa ini mesti terjadi dalam hidup saya?"

Di malam penuh duka itu, Dyah berdoa dengan segenap perasaannya. Ia mengaku merasakan pengalaman spiritual yang luar biasa. Dalam pergumulannya, ia seperti berdialog dengan Tuhan. Di hadapannya ia melihat empat tubuh orang tercintanya dan kemudian terdengar kidung pujian. "Semua terasa begitu nyata."

Dengan jelas Dyah pun mendengar suara dan ia mengamininya sebagai suara Tuhan, "Ibarat sebuah kerajinan kristik, kamu hanya melihatnya dari bawah. Cobalah kamu melihatnya dari atas." Dyah tahu, dari bagian bawah, benang-benang kristik memang tampak begitu buruk tapi dari atas akan terlihat sangat indah. "Tak jelas bentuknya, tapi sangat indah. Di sana tersulam benang merah."

Suara penghiburan kembali ter­dengar di telinganya. Dyah menemukan pemahaman, untuk membuat kristik yang indah itu, benang-benang mesti ditusukkan ke kain. "Namanya ditusuk, pasti terasa sakit. Itulah yang saya rasakan. Saya merasa sakit atas musibah yang baru saja terjadi. Karena saya melihat dari sisi bawah, tampak semua ini begitu buruk. Padahal, bila saya lihat dari sisi lain, pasti tampak indah."

Pahamlah Dyah, Tuhan sedang membuat rencana indah dalam hidupnya. "Saya sujud syukur. Semuanya jadi terasa ringan. Batin terasa disegarkan. Memang merasa kehilangan tapi saya sepenuhnya sudah berserah," ujarnya.

Henry Ismono / bersambung