Menyikapi Maraknya Kekerasan Anak di Sekolah

By nova.id, Minggu, 1 Juli 2012 | 00:25 WIB
Menyikapi Maraknya Kekerasan Anak di Sekolah (nova.id)

Menyikapi Maraknya Kekerasan Anak di Sekolah (nova.id)

"Kak Seto (Foto: Laili) "

Kekerasan di sekolah masih saja terjadi, salah satunya menimpa Syaiful Munif siswa SD Cinere Depok yang ditusuk oleh teman sebayanya. Lalu, masih ada lagi video pengeroyokan siswa SMK di Lumajang, dan beberapa kasus kekerasan di sekolah lainnya. Peristiwa ini  membuat pemerhati psikologi pendidikan dan perkembangan anak, Seto Mulyadi, prihatin akan perkembangan generasi penerus bangsa ini.

"Melihat berbagai kejadian kekerasan di sekolah atau bullying yang marak terjadi, kita sebagai orang tua juga sekolah harus ada kepedulian terhadap anak-anak kita," ungkapnya kala ditemui di acara Temu Anak Nasional yang berlangsung di hotel Mercure, Ancol, beberapa waktu lalu.

Menurut Kak Seto, ada 5 hal yang perlu dirumuskan sebagai langkah kongkret menyikapi isu kekerasan pada anak.

Pertama, orang tua dan sekolah sebaiknya mengoptimalkan jalur komunikasi seperti melalui Guru BP atau pertemuan wali murid agar terjalin kerja sama yang baik memantau perkembangan anak.

Kedua, orang tua harus menjadi pendengar yang baik saat di rumah. "Jangan terlalu banyak menasehati atau memberi kuliah sehingga anak kurang berkomunikasi," tegasnya.

Ketiga, orang tua sebaiknya lebih banyak menekankan pada aspek afektif anak di sekolah ketimbang kognitif saja. "Selama ini orang tua lebih banyak bertanya tentang berapa nilai anak di kelas ketimbang apakah anak senang atau tidak di sekolah. Jika orang tua dapat meletakkan diri sebagai partner dan pendengar bagi anak-anak, mereka juga akan lebih terbuka," ujarnya.

Keempat, lebih banyak pertanyaan memancing anak mengeluarkan pendapat. Misal, bertanya tentang bagaimana tadi di sekolah, bagaimana perasaan terhadap teman, bagaimana nyaman tidak di sekolah, dan sebagainya.

Kelima, tumbuhkan keberanian anak dengan tidak terlalu banyak tekanan dari orang tua. "Karena anak yang kurang pede, minder, konsep dirinya negatif dan kurang keberanian.  Jika memang diperlukan, anak boleh ikut kelas bela diri asal dengan pengertian yang benar," tukas Seto menekankan bahwa bela diri adalah untuk melatih keberanian melakukan tindakan bela diri apabila diperlukan.

Seto juga mengingatkan,anak-anak yang biasanya ceria kemudian menjadi menutup diri, cemberut atau rewel untuk berangkat sekolah sebaiknya perlu pendekatan orang tua untuk mengetahui alasan anak. Bisa jadi ini adalah gejala anak menerima kekerasan di sekolah.

"Bila perlu, pemerintah ikut mendukung dengan dibentuk seksi perlindungan anak sampai tingkat RT atau RW. Jika ada kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga, pengurus RT atau RW masih bisa langsung bertindak," pungkasnya.

Laili