Cerita Kelam S Terjebak Bujuk Rayu (2)

By nova.id, Jumat, 29 Juni 2012 | 09:36 WIB
Cerita Kelam S Terjebak Bujuk Rayu 2 (nova.id)

Cerita Kelam S Terjebak Bujuk Rayu 2 (nova.id)

"Foto: Laili Damayanti/NOVA "

Setelah menjadi korban trafficking, S benar-benar menggaris bawahi beberapa hal. S bersyukur jika pengalamannya dapat menjadi pelajaran bagi banyak orang tua serta anak seusianya agar tak bernasib sial. Kepada tabloidnova.com S menuturkan harapannya.

Orang Tua Disekap Adik Meninggal

Saat S telah melapor ke polisi, orang tua S segera menyusul ke Medan. "Bapak sama Ibu khawatir keadaan saya di Medan," ungkap S yang sedikit lega mendengar kabar orang tuanya menyusul. Sayangnya, Yudi Wijaya dan Nong Suryani tidak diijinkan polisi bertemu langsung dengan S. Menurut mereka, itu dapat membuat psikologis S terganggu selama proses BAP. 

Akhirnya orang tua S harus menginap sementara waktu di tempat adik Ucok, mantan majikan S. Saat menginap di sana, orang tua sempat dipaksa membuat pernyataan jika S adalah anak yang nakal, suka mabuk-mabukan, dan suka keluyuran. Tujuannya sudah pasti untuk meringankan tuduhan atas Ucok.

"Tapi bapak tidak mau teken, sempat ada yang berusaha memalsukan tanda tangan dan ketahuan. Akhirnya mereka disekap  tidak boleh keluar dan tidak boleh pulang," tutur S.

Di saat yang sama, adik S yang masih kelas 3 SD sedang sakit di Sukabumi. Ibunda S yang ingin pulang menengok, tidak diijinkan oleh pemilik rumah dengan alasan khawatir kabur dan tidak kembali lagi. Dengan sedikit bujukan, akhirnya ibu S dapat pulang. Sayangnya, nyawa sang adik tidak tertolong.

Tak Ingin Bekerja Jauh Lagi

Bagai jatuh tertimpa tangga, duka bertubi yang diterima keluarga S seakan menjadi pelajaran berat. Setelah dirinya menerima perlakuan tak layak dari majikan, masih harus menerima fakta adik tercintanya pergi menghadap Ilahi.

Setelah perkara selesai diberkaskan, S pulang ke kampung halaman dengan perasaan lega. Bersama KPAI Lisna berharap dapat menghapuskan luka yang berdampak traumatis hingga sekarang.

"Sekarang masih takut kalau harus bekerja jauh. Masih takut juga kalau melihat orang ramai," tutur S yang mengaku masih terbayang masa-masa suram menjadi pelayan café dengan kerusuhan yang kerap terjadi. Sekembalinya ke rumah, banyak tetangga dan teman-teman yang merantau di Medan ikut pulang ke kampung halaman. Khawatir bernasib buruk seperti yang dialami S.

"Ya, saya bersyukur banyak yang mengambil pelajaran," ungkap S senang. Kini, S yang bercita-cita menjadi Guru sedang memulai babak baru dalam hidupnya. Sebagai langkah awal, S bertekad menyelesaikan pendidikannya dengan mengambil Kejar Paket B. "Pokoknya saya sekarang mau nurut apa kata orang tua saja," pungkasnya.

Laili