Sebulan setelah mendaftar untuk kedua kalinya, sidang di PA dimulai lagi. Di waktu berdekatan, lewat pengacara, kami menggugat SK Menkes tersebut di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN). Ternyata, pada September 2010 permohonan kedua poligami ini dikabulkan karena ada SK Menkes tadi. Padahal, kan, SK Menkes tersebut masih menjadi sengketa di PT TUN. Mama lalu banding, tapi dikalahkan. Sedangkan di PT TUN pada November 2010, putusan keluar mengalahkan Papa atas gugatan SK Menkes. Papa lalu naik banding kasasi ke MA.
Bagaimana kehidupan pernikahan Anda selama ini?
E: Kami menikah pada 1980, saat usia saya 22 tahun. Tak lama, pada 1982 anak pertama lahir. Disusul dua putra lainnya beberapa tahun kemudian. Suami sibuk sekali dengan jadwal praktiknya di tiga rumah sakit. Setiap pagi berangkat pukul 09.00, pulang jam 23.00 malam.
Kalau hari Minggu kadang suka tenis atau pergi. Saya di rumah saja. Sepulang praktik suami sudah capek, tidak banyak omong. Kalau ada perlu, dicatat di kertas saja, besoknya saya baca. Dia tidak pernah cerita-cerita, bekerja terus. Sementara saya suka masak Soto Banjar karena asal saya dari Kalimantan. Saya dulu juga suka dampingi suami ikut kongres kedokteran 2-3 kali setahun.
Apa yang akan dilakukan selanjutnya?
F: Saya dengar berita pada 29 Mei lalu ada putusan yang mengabulkan kasasi Papa di website MA. Ini maknanya banyak, bisa mengabulkan permohonan kasasinya, isi permohonan, atau menguatkan putusan sebelumnya. Hingga kini belum ada keterangan yang saya dapat dari MA. Tidak ada omongan dari Papa juga.
Saat kami tanyakan perasaan Mama, Mama bilang tidak setuju dipoligami. Maunya berdua saja seumur hidup. Kalau dilihat ekspresinya juga seperti orang sakit hati. Saya juga merasa Papa makin enggak peduli. Makanya saya berusaha mencari keadilan untuk Mama.
Sikap Papa kepada kami rasanya seperti formalitas saja. Dulu, sebelum tahun 2008, kami masih sering pergi bersama. Suasana rumah kami ini terlihat dingin dari luar, tapi panas di dalam hati. Komunikasi hanya lewat surat karena kalau ketemu dan bicara langsung malah jadi berdebat.
Saya pernah uji Papa untuk tahu reaksinya jika saya minta hal ini disudahi. Saya juga pernah uji lagi dengan meminta sejumlah barang. Papa bilang mau kabulkan permintaan saya, asal saya tanda tangan surat pernyataan setuju Mama dipoligami. Rupanya kakak saya yang sedang ambil kuliah spesialis juga ditanggung biaya hidupnya asal bersedia menandatangani pernyataan persetujuan tersebut. Ternyata surat itu dijadikan bukti lagi di pengadilan.
Tapi sekali lagi, saya hanya ingin mencari keadilan buat Mama...
Realistis Lihat Kondisi Istri