NOVA bertemu Sebina Keron (68) di desa perajin tenun Nita, Kabupaten Sikka. Perempuan yang akrab disapa Mama Sebina ini telah menenun sejak belia. Di tengah gempuran teknologi dan modernisasi, Sebina adalah salah satu penenun yang teguh menggunakan cara-cara tradisional. "Membuat kain tenun itu lama, jadi harus tekun," ujar ibu enam anak ini. Ia berharap, motif khas tenun ikat Sikka tetap terjaga, seperti korosang, nagalalang, sesa we'or, mawarange (mawarani). "Motif ini dari leluhur kami. Ada makna dan cerita dari setiap motif. Itu yang harus dipertahankan pada generasi penerus (anak muda)."
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehari-hari Sebina mengikat benang, mencelup, dan memberi warna pada benang. "Kami kerja berkelompok lalu hasilnya dijual ke sanggar. Mereka mengumpulkan kain dari masing-masing rumah warga. Dari sanggar dijual lagi ke luar daerah bahkan hingga luar negeri." Mama Sebina biasa menjual kain mulai harga Rp 300 ribu, padahal di kota besar bahkan luar negeri, selembar kain tenun ikat dihargai jutaan rupiah. Sungguh ironis dengan pendapatan yang diterima perajin aslinya. "Murah memang, apalagi itu motif asli Sikka, saya sampai dimarahi anak saya. Tapi kami kan butuh uang."
Disergap Pantai Cantik
Menyusuri bagian utara pulau, NOVA dibuat terkesima oleh keindahan Pantai Tanjung Kajuwulu, Magepanda. Pasir putih, laut tenang yang bening, dan deretan perbukitan hijau membuat NOVA seakan terperangkap di dalam sebuah lukisan alam di kanvas.
Pemandangan berbeda tersaji di bagian selatan pulau, tepatnya di wilayah Bola. Dari tepi Pantai Nuba Baluk, gulungan ombak berlapis diiringi buih putih. Di tengahnya terdapat sebuah batu karang yang ditancapi salib setinggi 3 meter. Sebutannya Watu Cruz atau Batu Salib. Konon, Bangsa Portugis dalam perjalanan misionaris menyebarkan agama Katolik di wilayah Indonesia Timur telah tiba di Bola dan menandai wilayah ini dengan salib. Selain kedua pantai tersebut, belasan pantai lain yang masih perawan alias belum terjamah menanti untuk dikunjungi.
Ade Ryani