"Sudah Buta, Kenapa Pula Harus Ditahan?" (2)

By nova.id, Kamis, 12 Januari 2012 | 05:27 WIB
Sudah Buta Kenapa Pula Harus Ditahan 2 (nova.id)

Sudah Buta Kenapa Pula Harus Ditahan 2 (nova.id)

""Tuhan punya rencana Indah untuk keluarga kami," kata Tiona pasrah sebab hukuman yang diterima suaminya melebihi tuntutan jaksa. (Foto: Sukrisna/Nova) "

"Congkel Saja Matanya!"

Penuturan Neneng, tidak seluruhnya dibenarkan Tiona Pangaribuan (35), istri Fenly. "Anak kami, Amelia, saksinya. Dia melihat Amar yang memukul terlebih dahulu. Amelia sampai jerit-jerit melihatnya papanya dipukuli," kata Tiona saat ditemui di PN Jakarta Timur, Rabu (4/1). "Baru setelah anak kami teriak-teriak, Fenly balas memukul dan mengenai matanya. Itu pun dengan tangan kosong, bukan pakai kayu seperti yang dituduhkan."

Tiona pun tak habis pikir, kenapa justru suaminya yang dipenjara padahal Amar yang memulai. Ia menambahkan, sejak awal Fenly yang bekerja melayani umat, tak mau ribut. Bahkan saat Amar menendang pintu pagar rumahnya karena Kity, anjing ras peking milik keluarganya menyalak, Fenly hanya ingin menjelaskan, anjingnya itu tidak pernah menggigit. "Walaupun tendangan Amar itu membuat kaget dan pintu pagar rusak."

Seusai menendang pagar, Fenly keluar dan menghampiri Amar. "Dia malah menuding muka Fenly dan berkata, 'Ikat anjing itu!' "Ia juga mengeluarkan kata-kata kotor yang tak pantas diucapkan." Toh, lanjut Tiona, "Kami masih bisa menahan emosi, menawarkan penyelesaian baik-baik." Apalagi, "Suami saya kenal Amar karena pernah fitness di tempat Amar bekerja."

Yang kemudian terjadi, tutur Tiona, keluarganya diteror. "Saat kami ke Stasiun Gambir mengantar adik, Bu RT telepon. Katanya, rumah kami dikepung dan digedor-gedor pendukung Amar." Merasa tak aman untuk pulang, dari Gambir Fenly dan Tiona langsung melapor ke Polsek Matraman. "Anehnya, setelah suami saya dan Amar diinterograsi, malah suami saya dijadikan tersangka dan ditahan. Bahkan permohonan penahanan luar sampai masalah ini diputus tak pernah dikabulkan."

Tanggal 8 Desember lalu, Fenly divonis 2,5 tahun. Lebih berat dari tuntutan jaksa yang "hanya" satu tahun. "Tapi dia menerima dengan sabar. Mungkin karena sudah terbiasa melayani umat. Di tahanan dia juga melayani sesama penghuni rutan."

Yang jelas, tuturnya, selama Fenly disidang, teror terus berlanjut. "Diteriaki, dimaki, diancam. Seperti, 'Congkel saja, matanya!' Duh... miris kalau mengingat kejadian itu." Kabar tak sedap juga tiba-tiba beredar di sekitar rumah tinggalnya. "Saya dibilang tak pernah gaul. Lha, saya sudah 20 tahun tinggal di situ. Rumah itu juga rumah keluarga. Bagaimana saya betah tinggal di situ kalau tidak pernah gaul," ujar Tiona yang kemudian memutuskan pindah dari rumah tersebut.

Bahkan pemberitaan media juga dirasanya memojokkan. "Publik hanya tahu Amar buta dan dipenjara. Biarlah. Tuhan memberi dua telinga agar bisa mendengarkan dua belah pihak. Suami saya memukul itu untuk membalas dan membela diri," jelas Tiona yang baru kali ini mau buka suara karena merasa tak tahan lagi.

Soal damai, "Kami sudah 13 kali mengadakan pertemuan dengan keluarga Amar tapi begitu istrinya mengajukan angka ganti rugi sampai ratusan juta, kami mundur. Saya hanya sanggup Rp 25 juta. Itu pun yang Rp 15 juta bantuan dari saudara."

Akibat kejadian ini pula, kuliah Teologi Fenly di sebuah universitas di Kelapa Gading juga terbengkalai. "Kalau tidak ada kejadian ini, harusnya dia diwisuda Desember lalu. Jadwal pelayanan di beberapa daerah juga terpaksa dibatalkan."

Yang paling membuat Tiona dan Amelia sedih adalah ketika Natal tiba. "Seumur hidup, baru kali ini kami merayakan Natal tanpa dia. Tapi kami yakin, Tuhan punya rencana yang indah untuk kami," kata Tiona.

Sukrisna