Lulusan sarjana Pertanian Institut Pertanian Bogor ini sejak kuliah sudah memendam keinginan membangun tanah pertanian. Tahun 2004, ia membeli sawah di desa Gasol, Cianjur. Di sana, Ika menanam padi varietas lokal yang saat ini di ambang kepunahan.
Dengan padi organiknya, Ika lantas membuat tepung beras homemade. Tepung yang diberi label Tepung Beras Alami Gasol ini kini distribusinya sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Keseriusan Gasol mengangkat bahan pangan lokal membuahkan penghargaan sebagai Juara 1 Tingkat Jawa Barat untuk Diversifikasi Pangan pada Food Ethnic 2011.
8. Nia Kurniawati (Bandung, Penulis & Pendongeng)
Nia Kurniawati memiliki kepedulian tinggi terhadap dunia anak. Setelah melahirkan anak pertamanya, Nia bertekad mendidik sendiri anaknya agar bisa memberikan stimulasi optimal di masa golden age. Tahun 2005, Nia berkenalan dengan dunia penulisan. Tak lama, ia melahirkan buku anak pertamanya, Aku Berani Bertanya.
Setelah itu, satu demi satu buku ditulisnya hingga mencapai 50 judul. Selain menulis cerita anak, Nia juga mendongeng di berbagai kesempatan. Isi ceritanya tentu diambil dari buku yang ditulisnya. Nia juga beberapa kali membuat workshop mendongeng untuk guru-guru PAUD. Cita-citanya kini, memiliki Rumah Dongeng, tempat untuk menyalurkan kreativitas mendongeng.
9. Ike Yulik (Pasuruan, Pia Anugrah)
Setelah suami terkena PHK, Ike Yulik berusaha mencari penghasilan tambahan untuk menutup kebutuhan sehari-hari. Setelah sebelumnya membantu tetangga yang punya usaha kue, Ike terisnpirasi memulai usaha kuenya sendiri. Pilihan jatuh pada kue pia yang bahan bakunya mudah didapat, tahan lama, namun bergizi karena terbuat dari terigu dan kacang hijau.
Selanjutnya, Ike menambahkan berbagai variasi rasa tanpa bahan pengawet. Produk yang diberi label "Anugrah" itu kini sudah bisa produksi sebanyak 100 dus mika per hari. Dengan keuntungan Rp 7,5 juta per bulan, Ike dan suami sudah bisa merekrut tetangga sekitar sebagai tenaga bantuan.
10. Sri Utami (Solo, Klinik & Rumah Sakit)
Cerita bagaimana Sri Utami bisa mendirikan dua klinik dan satu rumah sakit (RS) sungguh menggugah. Di masa mudanya, Sri bekerja sebagai guru di SMA Cokro, Solo di pagi hari dan menjual barang-barang kebutuhan rumah tangga di sore harinya. Keadaan keuangannya begitu cekak, hingga melahirkan anak-anaknya pun Sri lakukan sendiri di rumah karena tak ada biaya.
Saat itulah Sri bertekad, suatu hari kelak harus memiliki bangunan rumah sakit. Pada tahun 2000, Sri mendirikan klinik pertamanya. Seiring waktu, Sri berhasil membangun Klinik Rawat Inap Medik Dasar Mojosongo 1 Surakarta, RS Khusus Bedah Mojosongo 2 Karanganyar dan Klinik Ngudi Saras Klaten.